Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bernostalgia dengan Kartu Pos

Kompas.com - 18/03/2014, 09:49 WIB
Fira Abdurachman

Penulis

BAYANGKAN jika tiba-tiba petugas pos datang ke rumah. Dia mengirimkan secarik kartu yang gambar batik. Di baliknya ada tulisan singkat tentang batik dan kota Yogya. Padahal itu adalah tulisan dari kartu pos yang dikirim sendiri seminggu lalu saat berlibur di Kota Gudeg.

Bagaimana rasanya? Ada rasa senang dan haru ditambah rindu kembali ke Jalan Malioboro. Itulah kartu pos. Bukan hanya berkirim pesan ala SMS atau BBM yang sedetik bisa langsung sampai. Gambarnya pun berbeda dengan gambar layar sentuh dan sosial media lainnya. Di kartu pos ada secuil kenangan yang berbeda.

Kartu pos sekitar era tahun 60 sampai awal 90-an adalah cara favorit dalam menjalin komunikasi. Bukan hanya dalam negeri bahkan untuk yang diluar negeri. Di Indonesia setiap hari raya Lebaran, Natal dan Tahun Baru, kantor pos selalu penuh dengan orang yang mengirim kartu pos ucapan. Ulang tahun lewat kartu pos.

KOMPAS.COM/FIRA ABDURACHMAN Kantor Pos Pusat di ujung Jalan Malioboro, Yogyakarta.
Zaman sekarang kartu pos tidak populer lagi karena banyak dipengaruhi kecanggihan teknologi komunikasi yang membuat sistem komunikasi menjadi cepat.

Tidak mudah memang menemukan kartu pos di Yogyakarta. Biasanya banyak ditemui di toko–toko besar penjual suvenir seperti Mirota Batik Malioboro dan Kali Urang, Indische Koffee Benteng Vrandenburg, Ragam Kriya, dan Nadzar Pusat Batik dan Kerajinan. Jika bosan dengan potret pemandangan atau peristiwa budaya Indonesia, kartu pos batik adalah salah satu alternatif pilihan.

"Awalnya disuruh motret batik oleh kakak yang punya pabrik batik. Dipikir-pikir punya foto batik banyak buat apa ya. Akhirnya coba-coba ternyata laris juga," ujar Witari Aryani, salah seorang pembuat kartu pos batik. Selama 2 tahun terakhir ini, Wirani sudah mencetak 150 motif batik dan menjual sekitar 14.000 kartu pos. Harga persatuannya beragam antara Rp 3.000 sampai Rp 5.000.

KOMPAS.COM/FIRA ABDURACHMAN Kartu pos batik dari Yogyakarta.

"Kebanyakan pembeli dari dalam negeri. Ada juga warga Indonesia yang tinggal di luar negeri biasanya beli banyak dan dijual lagi disana," kata perempuan yang juga biasa disapa Mbak Ani ini.

Selain di Yogyakarta, kartu pos batik produksi rumahan ini juga banyak dipesan dan dijual oleh beberapa toko suvenir di Bali dan Jakarta. Ani berkata, "Nggak nyangka juga, padahal anak muda sekarang mana kenal dengan kartu pos. Ternyata banyak juga kok. Bahkan ada komunitasnya".

Bila ingin mengirim kartu pos dari Yogyakarta, di beberapa ruas jalan masih ada Bis Surat yang beroperasional dengan baik. Berdasarkan jadwal, pengambilan surat di Bis Surat adalah setiap hari jam 1–2 siang.

KOMPAS.COM/FIRA ABDURACHMAN Kartu pos bisa jadi salah satu ajang promosi pariwisata.

Kantor Pos Pusat di Yogyakarta berada di kawasan Jalan Malioboro, tepatnya di ujung jalan menuju keraton. Berbeda dengan Kantor Pos di kota lainnya di Indonesia, di Yogyakarta melayani pengiriman surat lebih lama yaitu mulai jam 8 pagi sampai jam 7.30 malam. Termasuk hari Sabtu, Minggu dan hari libur, jam operasionalnya mulai jam 9 pagi sampai jam 5 sore.

Saat Kompas.com mengirim kartu pos, tak sedikit juga turis–turis asing yang sibuk menempelkan perangko dan mengirim kartu pos di kantor pos Yogyakarta.

Peter Steinkamp, salah seorang teman di Jerman, mengungkapkan perasaan senangnya berkorespondensi dengan teman–teman dari Indonesia. "Terima kasih banyak. Selalu senang membaca tulisan kamu. Gambar–gambarnya selalu cantik tentang Indonesia," ujar Peter yang beralamat di kota Cologne, salah satu kota besar di Jerman. Gambar–gambar di kartu pos membuat Peter Steinkamp dan turis-turis lainnya ingin berkunjung ke Indonesia.

KOMPAS.COM/FIRA ABDURACHMAN Bis surat masih beroperasi dengan baik di Yogyakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com