Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kunstkring Jadikan Menteng Lebih Bermakna

Kompas.com - 21/04/2014, 12:34 WIB
BERUSIA 100 tahun tidak membuat Tugu Kunstkring Paleis renta dan kumal. Tua-tua keladi, gedung tua di Jalan Teuku Umar Nomor 1, Menteng, Jakarta Pusat, kini justru teramat cantik dan anggun. Di sini, segala sesuatunya bukan hanya seni, melainkan juga antik, bernilai historis, eksklusif, dan menawan luar biasa.

Selasa (15/4/2014), tiba kesempatan untuk menikmati Kunstkring. Sore itu, hujan baru saja lewat. Segelas besar wedang jahe disajikan dengan gula merah cair. Pilihan tepat untuk mengawali perjalanan wisata sejarah dan lidah.

Kunstkring dibuka pertama kali pada 17 April 1914 dan menjadi pusat ekshibisi seni dan restoran mewah. Berada di sana menjadi tren baru bagi masyarakat kelas atas kala itu.

Tahun 1914 hingga awal 1939, banyak pergelaran untuk menunjukkan penghargaan tertinggi pada seni di Kunstkring, yang dalam bahasa Indonesia berarti lingkaran seni.

Lukisan karya Pablo Picasso dan Vincent van Gogh termasuk yang pernah dipamerkan di gedung dua lantai ini.

Gedung yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu kini disewa dan dikelola Grup Hotel Tugu dan Restoran. Dengan semangat yang sama, grup ini mengembalikan Kunstkring seperti fungsinya dulu.

Menoleh ke belakang

Anhar Setjadibrata, pendiri Grup Hotel Tugu dan Restoran, mengajak berkeliling di gedung yang sempat dijadikan kantor imigrasi. Gedung ini pada 4-5 tahun lalu pernah dijadikan bar yang menuai kontroversi. Pernah juga dibiarkan terbengkalai.

Perlahan, setiap pengunjung ditarik merambati waktu menuju masa silam negeri ini. Di tangan Anhar, keaslian gedung tua ini dijaga ketat. Namun, interior di dalam gedung mendadak raya dan bernilai seni tinggi setelah pria ini mengerahkan koleksi warisan keluarga besar Raja Gula Oei Tiong Ham sebagai penghias Kunstkring.

Ruang Pangeran Diponegoro yang menjadi ruang utama restoran mungkin menjadi satu-satunya tempat trah dua kerajaan di Surakarta, Jawa Tengah, yaitu Mangkunegara dan Pakubuwono, bisa berlama-lama bersama dalam satu ruangan. Saat melangkah masuk, pengunjung akan melewati pintu keemasan dengan lambang MN alias Mangkunegara. Di dinding dalam ada sederet peninggalan PB atau Pakubuwono. Di ruangan yang luas ini, ada lukisan ”The Fall of Java” karya Anhar. Lukisan sepanjang 9 meter ini mengisahkan Pangeran Diponegoro dan penangkapannya akibat kelicikan penjajah.

”Ini semua pemberian langsung dari yang bersangkutan kepada keluarga Oei Tiong Ham. Kami punya peninggalan Soekarno yang khusus kami sajikan di Ruang Soekarno. Untuk menghormati Multatuli dan belajar darinya, ada juga ruang khusus dengan namanya,” kata Anhar.

Bagi Anhar, menjadikan Kunstkring seperti dulu butuh perjuangan ekstra. Ia punya pandangan bahwa siapa pun, terlebih masyarakat sebuah bangsa, butuh menengok ke belakang, ke masa lalunya. Banyak hal bisa dipelajari dari setiap benda bernilai seni dan sejarah.

Di Kunstkring, benda seni dijamin memiliki nilai tambah. ”Bukan sekadar cantik, tetapi ia pernah dimiliki atau minimal dipegang oleh orang penting. Apa yang ada di sini termasuk benda yang jarang ditemukan di tempat lain,” tambah Anhar.

KOMPAS/PRIYOMBODO Tugu Rijsttafel Betawi di Tugu Kunstkring Paleis, Jakarta Pusat. Sebanyak 10 dari 12 hidangan disuguhkan dalam tempat khusus yang dipikul oleh dua pramusaji sebelum diletakkan di dekat meja tamu pemesan rijsttafel. Dua menu lain, yaitu es selendang mayang dan nasi uduk, dibawa terpisah oleh pramusaji lain.
Namun, demi kemajuan seni budaya di Jakarta, Kunstkring yang berada tepat di jantung kawasan cagar budaya Menteng membuka diri bagi siapa saja yang ingin memamerkan karya seninya. Sebuah aula besar di lantai dua jadi ruang khusus ekshibisi. Anhar berharap, romantisisme masa silam saat karya seni dihargai setinggi-tingginya di kota ini akan terulang.

Relaksasi semua indera

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com