Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kim ”Ngontrak” di Anjun

Kompas.com - 26/04/2014, 18:34 WIB
ENTAH mengapa Kim Yong-ah lebih memilih kerajinan keramik Plered, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, terutama untuk vas bunga atau pot keramik wadah tanaman. Padahal, tahun 2008, eksportir dari ”negeri ginseng” itu pernah dikomplain konsumen di negeri asalnya, Korea Selatan.

Saat itu, satu kontainer pot kecil yang dibawa Mr Kim retak-retak saat dipakai pada musim semi,” kenang H Suparna (56), perajin keramik sekaligus pemilik Cupu Manik Ceramics Art, di Desa Anjun, Kecamatan Plered, menceritakan pengalaman mitranya yang akrab dipanggil Mr Kim. Sejak itu, Kim tidak pernah memesan lagi produk kerajinan dari sentra keramik di Jabar itu.

Namun, awal Januari 2014, Kim datang lagi ke Plered dan mengontrak rumah di Anjun. ”Saya sempat kaget mengapa Mr Kim tertarik lagi keramik Plered. Katanya, ia ingin membina perajin agar bisa melakukan ekspor langsung sebab pengiriman barang ke luar negeri itu gampang,” ujar Suparna, yang berkomunikasi dengan Kim menggunakan bahasa Inggris campuran.

Padahal, kalau dia mau, membeli keramik dari perajin Tiongkok lebih mudah karena tinggal pesan melalui internet. Barangnya tersedia dalam jumlah berapa pun. Kualitasnya standar dan waktu pemesanan selalu tepat waktu. Pasalnya, di Tiongkok, pemerintah menyediakan mesin penghalus tanah dan melakukan standardisasi.

Modal perajin pun dibantu pemerintah dengan bunga yang sangat murah. ”Asal tidak ngemplang, perajin bisa melakukan usaha terus-menerus. Namun, jika ngemplang, bisa berhadapan dengan hukum,” demikian cerita Mr Kim kepada Suparna. Suparna akhirnya tahu, retaknya produk pot saat diekspor ke Korsel karena kualitas tanah dan proses bahan bakunya tidak baik.

Saat memproduksi barang ekspor, perajin tidak menyeleksi kualitas bahan baku tanah liat. ”Saat itu, tanahnya mengandung kapur,” ujar Suparna. Masalahnya, Suparna, seperti halnya ratusan perajin lain, kesulitan mendapatkan bahan baku dengan kualitas standar.

”Mereka tidak mau bersatu dalam koperasi untuk bersama membuat dan mengolah bahan baku agar harganya lebih murah,” kata H Eman Sulaeman (45), Ketua Koperasi One Village One Product (OVOP) Desa Anjun. Padahal, di sentra ini terdapat 268 unit usaha kerajinan keramik yang memutar modal kerja sekitar Rp 100 juta per minggu.

”Ekspor itu gampang. Asalkan spesifikasi produknya sudah disepakati, tinggal kirim,” ungkap Kim.

Potensi usaha

Ketertarikan Kim inilah yang menumbuhkan semangat Suparna, Sulaeman, dan beberapa perajin lain di sentra keramik Plered untuk memulai kembali mengembangkan usaha warisan karuhun itu. Lagi pula, dari berbagai pengalaman Sulaeman, setiap pameran keramik yang diselenggarakan, baik untuk ekspor atau pasar lokal, menunjukkan banyaknya permintaan (peminat) di stan pameran galeri keramik Plered.

”Hal ini karena tampilan produk keramik Plered memiliki keunikan dan keunggulan karakter desain, bentuk, warna, dan tekstur yang memikat,” jelas Sulaeman, yang pertengahan Maret lalu mengikuti Jakarta Expo IFEX di Kemayoran, Jakarta Pusat. Melihat animo peminat itu, sejak awal 2014, Sulaeman bersama 24 anggota Koperasi OVOP merevitalisasi strategi pemasaran mereka.

”Kami tidak membatasi anggota, tetapi mencoba menghimpun mereka yang berpandangan sama, yakni jauh ke depan,” ujar Sulaeman. Dengan strategi pemasaran itu, selain bisa mengangkat citra daerah, diharapkan kerajinan keramik Plered juga bisa mencapai target penjualan ekspor ke sejumlah negara.

OVOP juga melakukan penetrasi pasar lokal melalui promosi di berbagai media. Jumlah galeri penjualan pun ditambah serta dilakukan penjualan langsung (direct selling). ”Kami yakin bisa sebab kami juga melihat, eksportir yang menampung barang keramik dari perajin lokal usahanya justru kian berkembang,” kata Sulaeman yang tengah membangun tokonya menjadi sebuah galeri.

Penetrasi pasar ekspor juga dilakukan, terutama ke negara yang mayoritas penduduknya meminati kerajinan keramik,
seperti Italia, Spanyol, Jerman, dan negara Eropa lain. Selain itu, keramik juga diekspor ke Malaysia, Korsel, Taiwan, India, Uni Emirat Arab, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru.

Hambatan produksi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com