Dari kelok 1 sampai 44, jalur terus menanjak. Tanjakan paling ekstrem kemiringannya sampai sekitar 45 derajat.
Di awal etape, peserta masih gowes secara konstan. Lama kelamaan, sebagian besar ngos-ngosan. Semakin lama, ayuhan pedal semakin pelan. Jika paru-paru tak bersahabat, terpaksa berhenti. Tak sedikit yang mendorong sepeda ketika berhadapan tanjakan panjang.
"Paling kesal pas kelok 39, tanjakannya panjang. Nguras tenaga. Paling enak kalau keloknya pendek-pendek," ucap Mubarik (51), peserta asal Jakarta yang melibas Kelok 44 dengan sepeda lipat.
Selain tanjakan, para peserta mesti berhadapan dengan asap kendaraan yang menganggu pernafasan. Pasalnya, panitia tidak bisa melakukan sterilisasi jalan.
Narsis
Para peserta berhenti tak hanya sekedar istirahat. Tak sedikit yang berhenti untuk foto-foto. Pasalnya, kondisi alam sepanjang jalur indah dengan pemandangan perbukitan dan Danau Maninjau. Semakin tinggi, pandangan semakin luas.
Terakhir, mereka narsis di plang yang menunjukkan Kelok 44. Tak jauh dari kelokan terakhir, para peserta beristirahat dan makan siang. Etape II ini akan berakhir di Bukit Tinggi.