Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warisan Tenun Tertua

Kompas.com - 27/05/2014, 17:19 WIB
Oleh: Mawar Kusuma & Dwi As Setianingsih  

TENUN khas Toraja kini hanya bisa dijumpai di pelosok pedesaan terpencil dan terisolasi akibat buruknya infrastruktur jalan. Keterisolasian itu pula yang sekaligus menjadi benteng otentisitas tenun asli Toraja dari gempuran pengaruh modernitas.

Buku Keiko Kusakabe, Textile from Sulawesi in Indonesia, Genealogy of Sacred Cloth (2006), menyebut teknik tenun tertua di dunia masih bisa dijumpai di Toraja Mamasa. Dari catatan Kusakabe, peneliti Jepang yang pernah meneliti tenun Toraja selama lebih dari 10 tahun, Mamasa menjadi satu-satunya wilayah di Indonesia yang masih menggunakan teknik tertua di zaman modern, yaitu tenun kartu.

Di teras belakang rumah yang menghadap Sungai Mamasa di Dusun Bata, Desa Balla, Kecamatan Balla, Rachel (32) atau Mama Iin adalah salah satu penenun yang menguasai teknik tenun kartu yang dalam istilah lokal dikenal dengan nama pallawa’, artinya kartu. Selain tua, teknik kartu juga memiliki tingkat kesulitan yang sangat tinggi.

Dulu, jumlah kartu yang dipakai bisa mencapai ratusan. ”Kartu yang digunakan biasanya berkisar antara 18-30 buah. Yang 18 menghasilkan pallawa’ selebar 2 cm, sementara dengan 30 kartu menghasilkan pallawa’ selebar 5 cm,” tutur Rachel.

Kartu-kartu yang dulunya terbuat dari tanduk kerbau itu kini dibuat dari kayu hitam dengan ukuran tidak lebih dari 2 x 2 cm. Terdapat lubang di setiap sisi kartu. Setiap lubang diisi dengan tiga benang. Benang-benang itulah yang kemudian ditenun oleh jari-jari Rachel yang menari dengan lincah di sela-sela benang yang berjumlah 216 helai. Diperlukan konsentrasi tinggi saat tangan dengan cepat membolak-balik kartu sambil menghitung benang.

Motif tenun yang dihasilkan melalui teknik pallawa’ cukup banyak. Rachel menyebutkan, setidaknya terdapat puluhan motif untuk teknik pallawa’. Namun, dia mengakui, tidak semua motif dia kuasai. ”Setiap kali menenun, motifnya sudah ada di kepala. Tidak perlu digambar, langsung saja ditenun,” kata Rachel.

Tingkat kesulitan yang tinggi membuat teknik ini hanya dikuasai sedikit penenun. ”Tidak ada yang mau belajar karena memang sulit,” ujar Rachel yang menjadi Ketua Kelompok Petenun Tampak Teteh Mamasa.

Rachel yang belajar teknik pallawa’ dari sang nenek masih mempraktikkan teknik tersebut karena ada sejumlah pesanan. Kali ini, ia sedang mengerjakan pesanan 50 meter pallawa’ dengan harga per meter berkisar Rp 18.000-Rp 30.000. Dalam sehari, Rachel hanya mampu membuat 2-2,5 meter pallawa’. Apabila tidak ada pesanan, Rachel memilih menenun dengan teknik lain yang tidak memakan waktu.

KOMPAS/LASTI KURNIA Nenek Atti (kanan) mempraktikkan tenun kepang atau Mangka’bi di Desa Balla, Mamasa, Sulawesi Barat, Jumat (2/5/2014).
Pallawa’ umumnya digunakan sebagai lis ban untuk kain tenun yang dijahit menjadi baju. Belakangan, sejumlah penjahit di Mamasa mulai menerima banyak pesanan untuk produk jadi dengan pallawa’. Pallawa’ umumnya juga digunakan sebagai tali tas perempuan Mamasa yang disebut sepu’.

Bergantung pasar

Selain pallawa’, di Mamasa juga masih terdapat penenun yang menggunakan teknik kepang yang disebut mangka’bi. Menenun dengan teknik mangka’bi atau mencolek ini biasanya dilakukan dengan bantuan satu orang tambahan. Ujung benang dikaitkan di bagian perut orang lain ketika penenun mulai menenun mangka’bi.

Nenek Atti (80) adalah salah satu penenun yang masih menguasai teknik mangka’bi. Dengan bantuan seorang temannya, ia memanfaatkan jempol kaki untuk menyusun benang. Seluruh jari tangannya memegang benang, tiga benang di tiga jari tengah, sedangkan satu benang bergantian dicolek dari jari kelingking ke jari jempol. ”Jarang bikin ini, banyak yang malas belajar karena sulit,” kata Nenek Atti.

Tenun dengan teknik mangka’bi biasanya digunakan untuk bagian pinggir sepu’. Benang yang digunakan umumnya berupa benang wol. Teknik ini hampir serupa dengan teknik mengepang rambut. Sayangnya, saat ini teknik ini ditinggalkan karena tidak ada lagi pesanan. Banyak sepu’ yang dibuat tanpa menyertakan lagi mangka’bi. Demi alasan kepraktisan, baik mangka’bi maupun pallawa’ diganti dengan produk jadi dari Tiongkok yang kini semakin mudah ditemukan di pasaran.

Salah satu teknik langka yang juga masih dilakukan di Mamasa adalah masusui, yang umumnya diaplikasikan dalam pembuatan sepu’. Teknik ini dilakukan dengan terlebih dahulu meletakkan alat berbentuk serupa buah dada perempuan yang terbuat dari kayu hitam di balik kain, yang di bagian atasnya kemudian ditindis dengan jarum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com