Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menikmati "Rekaman" Aachen, Memahami Jati Diri Kota

Kompas.com - 04/08/2014, 12:04 WIB
DI kota ini, identitas dan ”takdir” kota terawat dengan baik. Bangunan bersejarah, mata air hangat, serta hijaunya alam mampu bertahan dan hidup berdampingan dengan kemajuan zaman. Inilah Aachen, kota paling barat di Jerman yang berbatasan dengan Belgia dan Belanda, kota utama kerajaan dengan dimensi Eropa pada era Kaisar Karel Agung atau Charlemagne.

Bus yang saya tumpangi dari Frankfurt beringsut pelan begitu tiba di Aachen, Jerman, Senin (7/7/2014) siang. Ladang pertanian, hutan dan bukit-bukit berselang-seling mengisi pemandangan di luar jendela bus. Namun, suasana segera berganti saat tiba di pusat kota. Bangunan modern dengan jendela lebar berderet rapi, pejalan kaki lalu-lalang di trotoar, serta taman tersebar di beberapa sudut kota.

Pada sisi lain, bangunan tua dengan arsitektur khas menyita pandangan. Salah satunya Katedral Aachen, penanda utama Aachen, yang puncaknya lancip menjulang di antara gedung-gedung lain. Ada pula bangunan balai kota Aachen, Haus Löwenstein, dan Elisenbrunnen yang telah menjalani masa selama berabad-abad. Bangunan itu seolah menegaskan bahwa Aachen menyatukan tradisi dan kemajuan.

Aachen ist liebe auf den ersten blick (Aachen adalah cinta pada pandangan pertama).” Demikian tulisan di sebuah brosur wisata tentang kota Aachen. Sekilas pandang, benar juga kalimat itu. Saya terpikat oleh kesan sekilas tentang kota ini.

Tata kotanya, pepohonan, trotoar, taman, dan jalanan yang memanjakan pejalan kaki. Nyaman untuk berlama-lama duduk di luar ruang, serta jalan atau lari-lari kecil di lintasan joging yang ada di taman-taman.

Annette Dotter, pemandu dari Aachen Tourist Service mengajak saya dan belasan jurnalis dari Korea Selatan, Tionghoa, Malaysia, India, Turki, Singapura, dan Thailand, jalan kaki menikmati kota tua tersebut. Kami diundang ZF Friedrichshafen AG, produsen komponen otomotif asal Jerman, bertajuk ZF Global Media Trip 2014.

Annette merekomendasikan kami jalan kaki, satu cara paling populer untuk menikmati Aachen. Lagi pula, obyek-obyek wisata yang biasa dikunjungi di pusat kota ini dapat dijangkau dengan jalan kaki dalam hitungan menit. Selain itu, suhu udara musim panas yang berkisar 13-18 derajat celsius waktu itu, sangat ideal untuk keluar ruang dan berjalan kaki, terutama bagi orang-orang Asia.

Katedral Aachen

Sore itu, kami memulai perjalanan dari Hotel Pullman Quellenhof di Monheimsallee, Aachen. Tujuannya, jantung kota, lokasi Katedral Aachen berada. Setelah menyeberangi taman kota di Monheimsallee, jalanan naik-turun mengikuti topografi lahan, melalui deretan toko, dan beberapa persimpangan jalan utama. Saat mendekati lokasi, kerumunan orang
dan pejalan kaki bertambah banyak.

Tak sampai 15 menit, kami sudah tiba di halaman Aachen Cathedral atau Kaiserdom, katedral dengan kapel kekaisaran yang menjadi penanda kota Aachen. Dari kejauhan, bangunan ini tampak kecoklatan, terlihat kontras dengan beberapa bangunan modern di sekitarnya. Dari jarak 1-2 meter, batu-batu dan material penyusun Katedral Aachen terlihat sangat tua, ada warna hitam sisa kebakaran.

Bangunan dengan kubah berbentuk segi delapan ini dibangun pada era kekuasaan Kaisar Karel Agung tahun 786 Masehi. Karel Agung mewujudkan mimpinya membuat bangunan bergaya Roma di Aachen. Kapel dengan ketinggian interior lebih dari 31 meter merupakan bangunan kubah tertinggi di utara Pegunungan Alpen selama lebih dari 200 tahun.

Gereja ini tempat penobatan lebih dari 30 raja Jerman, situs pemakaman Karel Agung, gereja ziarah utama, dan Katedral Keuskupan Aachen sejak 1930. Gereja itu sekaligus bangunan pertama di Jerman yang masuk dalam daftar warisan budaya oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

Peter Lemoine, salah satu pemandu di katedral itu, mengizinkan kami masuk untuk melihat lebih dekat interior bangunan. Namun, dia meminta kami mematikan atau mengubah setelan telepon ke nada getar, tidak berisik, serta mengikuti arahan pemandu, termasuk untuk urusan memotret obyek di dalamnya. Aturan itu diberlakukan juga secara umum.

Kami masuk melalui pintu barat yang menjadi pintu utama katedral. Peter mengatakan, sejumlah ikon sarat makna mulai dari gerbang, seperti dua kepala singa berbahan perunggu di daun pintu utama, patung serigala, kerucut pinus, hingga bentuk oktagon di tengah katedral yang dibangun sebagai Istana Aachen.

Sejarah kota

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com