Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajah Merona Tenun Bali

Kompas.com - 26/08/2014, 18:07 WIB
TENUN tradisi Bali seperti bangkit dari puing. Kaum muda tak takut dicap ”kampungan” gara-gara mengenakan busana dari endek. Endek kini menjadi ekspresi kecintaan terhadap kebudayaan.

Dalam balutan tenun Bali, AA Istri Kusuma Sari (23) menatap mesra wajah calon suaminya, I Made Suardana (26). Bersandar di tembok dan gapura dalam kompleks Museum Bali, mereka berpose untuk foto pranikah. ”Sedang ngetren songket sama endek. Sekarang makin baik kombinasinya, pilihannya makin colorful,” kata Kusuma Sari atau Riri.

Riri menyewa songket buatan perajin Bali dari bahan sutra. Selembar songket dibanderol dengan harga sewa Rp 300.000, lebih murah dibandingkan dengan harga beli, Rp 1 juta. Riri memakai songket sebagai kamen (bawahan). Adapun Suardana memakai kamen dari prada dan udeng dari endek.

Pada pesta pernikahan yang akan digelar di Tabanan, awal September mendatang, mereka juga menyewa kain songket untuk payas agung, busana tradisional pernikahan Bali. Songket dan prada yang tergolong ke dalam wastra kebesaran memang cocok dipakai pada gelaran pesta.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG Seniman gamelan Bali, I Made Bandem (kiri), dan istrinya, Suasthi Widjaja, seorang penari dan koreografer, mengenakan tenun Bali.
Songket Bali memang tampil cantik dengan hiasan benang emas, benang katun, ataupun benang sutra. Sementara prada tampil mewah dengan hiasan serbuk emas atau irisan lembaran tipis di atas kain katun ataupun sutra.

Geliat endek

Kain tradisional Bali lain yang tergolong wastra kebesaran, tetapi cocok dipakai sehari-hari, adalah endek. Endek yang dihiasi dengan teknik ikat pakan ini kian populer di Bali. Dari awalnya hanya menjadi milik bangsawan, endek, songket, dan prada kini bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat.

Geliat endek terjadi merata di seluruh Bali. Suatu pagi, di awal Juli lalu, los Pasar Klungkung yang masih sepi pembeli justru menunjukkan pesonanya. Ke mana pun mengayun muka, pastilah mata berserobok pada tumpukan kain, hampir seluruhnya tenunan khas Bali.

”Semua tenunan di sini khas Bali,” ujar Putu Suaryani, pedagang kain tenun di Pasar Klungkung. ”Endek, ya? Mau mencari endek motif apa? Sekarang endek yang paling diminati pembeli adalah endek perajin Sidemen, bermotif khas Karangasem. Harganya mulai dari Rp 300.000 per lembar,” kata Suaryani sambil menyodorkan beragam motif kain endek beraneka warna.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG Pakar musik gamelan Bali, I Made Bandem, menunjukkan salah satu koleksi kain tradisional Bali.
”Sekarang endek yang paling diminati justru endek yang memakai motif kain tenun lain, terutama endek yang memakai motif kain tenun gringsing,” ujar Ayu, pedagang yang lain, menunjukkan kain warna menyala, sama sekali berbeda dari kecenderungan warna klasik endek Denpasar, Klungkung, ataupun Singaraja. ”Ini bukan warna klasik tenun gringsing khas Desa Tenganan Pegringsingan. Ini kreasi baru,” kata Ayu.

Warna-warna yang cerah dan menyala lebih disukai pelanggan Ayu. Endek bermotif gringsing jadi pilihan buat mereka yang tidak mampu membeli tenun gringsing asli. Endek memunculkan beragam corak dari pewarnaan benang pakan (benang yang disisipkan melintang di antara untai benang lungsin). Kombinasi pewarnaan ikat dan colet pada benang pakannya membuat endek klasik kaya warna ketimbang kain tenun ikat yang lain.

Merana

Berawal dari puri para bangsawan, tenun Bali mengalami pencanggihan dalam segala lingkup tradisi puri. Hingga tibanya zaman industrialisasi tenun Bali yang mengubah arah sejarah endek. Pemilik Pertenunan Berdikari di Singaraja, Bali, Ni Nyoman Sujani, menyebutkan, para penenun endek meninggalkan alat tenun tradisional Bali, cagcag, sejak tahun 1960-an.

Dengan teknik pewarnaan ikat dan colet benang pakannya, Pertenunan Berdikari merekonstruksi berbagai motif klasik tenun endek koleksi Sujani. Sejak 1960-an, penggunaan alat tenun bukan mesin (ATBM) dan pewarna kimia membuat produksi endek melimpah, tetapi baru tahun 1980-an endek berjaya. Endek memasyarakat antara lain berkat gagasan Gubernur Bali Ida Bagus Mantra yang melombakan desain motif tenun endek tahun 1980.

”Berkat Gubernur Ida Bagus Mantra, endek dikenakan dalam berbagai busana nasional. Presiden Soeharto pun pernah memakai kemeja berbahan tenun endek,” ujar Sujani.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com