Nama Singkawang berasal dari kata San Kew Jong (Shan Kou Yang: Gunung Mulut Laut) yang berarti daerah yang terletak di antara gunung dan laut, lebih tepatnya terletak di ‘mulut’ laut. Daerah tersebut menjadi salah satu daerah kantong keturunan etnis Tionghoa terbesar di Indonesia.
Singkawang dapat ditempuh dari Pontianak selama 2,5 jam perjalanan darat. Kota ini dihuni oleh etnis Tionghoa, Melayu dan Dayak. Ketiganya saling berinteraksi mulai dari kegiatan kehidupan bersosialisasi, kuliner sampai dengan kawin mawin. Tak heran kita akan menjumpai julukan “Cinday” (Cina Dayak) dan “Cina masuk Melayu”.
Ada baiknya kita segera mampir ke Warung Kopi Nikmat yang terletak di Jalan Sejahtera, kawasan pecinan kota tua Singkawang. Berbagai menu kopi yang nikmat terhidang bersama aneka kudapan ringan atau sate lontong Melayu yang ‘nangkring’ di selasar warung kopi tersebut. Kita juga dapat menikmati aneka jajanan mi tradisional Bakso Sapi Bakmi Ayam 68 yang terletak di Jalan Diponegoro, bubur sapi Singkawang dan aneka kuliner khas Melayu di sekitar kawasan Pasar Hongkong.
Mari ikuti saya, jelajah Pecinan Singkawang dimulai!
Pusat kota, yang terletak di area kawasan kota tua Singkawang, merupakan tempat wisata sejarah dan museum kota. Kita tak perlu membayar tiket masuk ‘museum’ untuk dapat menyaksikan bangunan-bangunan bersejarah. Di sana ada beberapa bangunan tua yang menjadi ikon kota seperti Klenteng Bumi Raya yang didirikan pada 1878. Tak jauh dari klenteng tersebut terdapat rumah tua milik keluarga Tjhia (Xie) yang terletak di Gang Mawar tepat di samping Sungai Singkawang. Pesona kota tua Singkawang pun dapat kita nikmati saat malam hari, terutama pada saat berburu aneka kuliner hidangan makan malam di Pasar Hongkong.
Kita akan menemukan sentra keramik tradisional yang masih tersisa di Asia Tenggara, keramik Sakok di Sedau yang terkenal dengan pembakaran keramik ‘tungku Naga’. Daerah Sedau terkenal dengan produksi keramik Sakok yang dimulai sejak awal abad ke-20. Industri keramik tradisional masih terus berproduksi walaupun terjepit di antara serangan keramik pabrikan.
Banyaknya klenteng di Singkawang menjadi penanda bahwa warga keturunan Tionghoa merupakan mayoritas penghuni kota. Permakaman Tionghoa pun banyak tersebar. Salah satu yang tertua adalah kompleks permakaman Taman Manggis Indah. Di kompleks ini terdapat nisan tradisional Tiongkok yang berukuran fantastis dan juga nisan tua bergaya kolonial. Area pemakaman ini ramai dikunjungi setiap hari raya Cengbeng—hari membersihkan dan bersembahyang di makam keluarga.
Makna sebuah perjalanan sejati bukan sekadar memberikan kesan terhadap tempat-tempat baru, tetapi juga memberikan sepasang mata baru untuk melihat lebih dalam lagi tentang kehidupan. (Agni Malagina, Sinolog dari Universitas Indonesia/MYT)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.