Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merajut Tali Kasih di Ujung Lidi Aren

Kompas.com - 07/09/2014, 17:03 WIB
TERIK matahari dan gerimis hujan silih berganti menyapa ribuan penonton yang memadati pelataran Masjid Al Muhibbin di Negeri (Desa) Mamala, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Mereka menanti aksi para petarung yang akan unjuk kekuatan menahan hantaman lidi aren.

Sekitar pukul 17.00 WIT, 40 pria memasuki pelataran masjid yang sudah disulap menjadi arena pertunjukan berukuran 25 meter x 15 meter. Sebanyak 20 orang mengenakan celana berwarna putih dengan ikatan kepala kain putih, sementara 20 orang lainnya mengenakan celana merah dengan ikat kepala kain merah.

Setibanya di tengah arena, para petarung berbadan kekar itu langsung berlari mengelilingi lingkaran diiringi lagu daerah Maluku, ”Rasa Sayang”. Mereka menebar senyum kepada penonton yang mulai berdatangan ke tempat itu sejak pukul 11.30. Tepuk tangan penonton membuat mereka semangat.

Setelah itu, wasit memasuki lapangan dan memberikan arahan singkat. Dari 40 petarung, sang wasit memasangkan mereka menjadi 20 pasang dan akan tampil dalam tiga sesi. Sesi pertama tujuh pasang, kedua enam pasang, dan ketiga tujuh pasang.

Setiap pasang diberikan waktu tujuh menit. Mereka mulai saling memukul ketika wasit membunyikan peluit dan mengakhiri pukulan ketika bunyi peluit berikutnya. Menggunakan tiga lidi hingga empat lidi aren, mereka secara bergantian memukul pasangannya yang sama-sama bertelanjang dada.

Bagian tubuh yang diperbolehkan dipukul adalah dari atas perut hingga di bawah bahu. Setiap pasangan yang mendapat giliran dipukul boleh memilih posisi berdiri, baik menghadap maupun membelakangi lawan.

Setelah selesai adegan itu, setiap pasang wajib berangkulan. ”Seng (tidak) ada dendam di antara katong (kami). Katong malah bangga bisa dipilih dalam acara ini untuk merajut persaudaraan,” kata Bakri (45), yang sudah tiga kali menjadi peserta dalam acara itu.

Pertunjukan pukul sapu, atau dalam bahasa setempat disebut Baku Pukul Manyapu, mulai digelar sejak 1643 Masehi. Pukul sapu dilakukan untuk menguji khasiat minyak Mamala. Hasilnya, dalam waktu paling lama dua hari, minyak itu dapat menyembuhkan luka yang timbul akibat terkena pukulan lidi aren.

Minyak Mamala adalah minyak kelapa yang didoakan secara Islam sekitar pukul 00.00 waktu setempat, tepat pada hari pelaksanaan Pukul Sapu. Ritual itu dilakukan di rumah raja (kepala desa), yang dihadiri tokoh masyarakat, adat, dan agama.

Dalam catatan sejarah setempat, minyak Mamala pertama kali digunakan dalam pembangunan masjid pada 1643 Masehi, yakni untuk menyambung balok kayu yang patah. Dengan peristiwa itu, masyarakat yakin, minyak Mamala tak hanya bisa menyambung kayu, tetapi dapat juga digunakan untuk mengobati luka manusia. Pukul Sapu dilakukan untuk membuktikan khasiat minyak tersebut.

Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari, minyak Mamala ampuh menyembuhkan warga yang menderita gatal, keseleo, dan patah tulang. Tak hanya warga Mamala, warga lain juga diperbolehkan menggunakan minyak itu dan terbukti bisa sembuh.

”Selama ini banyak orang, baik Maluku, dari Papua, Jakarta, dan daerah lain, datang ke sini ingin menggunakan minyak Mamala. Siapa saja dan dari mana asalnya, katong persilakan datang ke sini,” kata Karin Hatuala, seksi acara dalam pertunjukan satu tahunan itu.

Sebagai bentuk syukur kepada Yang Mahakuasa atas khasiat minyak Mamala, pelaksanaan acara Pukul Sapu setiap 8 Syawal atau tujuh hari setelah perayaan Idul Fitri. Pukul Sapu dipadukan dalam syukuran hari kemenangan setelah berpuasa selama bulan Ramadhan.

Paket wisata

Acara yang digelar setiap tahun itu sudah menjadi tujuan wisata warga Kota Ambon dan sekitarnya. Bahkan, tampak beberapa wisatawan mancanegara dan juga domestik.

Febrianto (24), warga Jakarta, mengatakan, acara Pukul Sapu merupakan salah satu destinasi wisata dari sejumlah tempat yang dikunjungi selama lima hari di Maluku. Ia mendapatkan informasi acara itu lewat media massa dan dunia maya.

Wakil Bupati Maluku Tengah Marlatu L Leleury mengatakan, acara itu terus dipromosikan sehingga dikenal luas melalui kegiatan kebudayaan yang digelar di tingkat regional, nasional, dan internasional. Sebelumnya, pertunjukan Pukul Sapu pernah ditampilkan dalam acara budaya se-Asia Tenggara di Bali tahun 2008 dan Lombok tahun 2013.

”Pemerintah berharap warisan budaya itu juga dikelola dengan baik agar menjadi tujuan wisata sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Pemerintah akan memberikan dukungan yang penuh untuk pengembangannya,” kata Marlatu.

Gubernur Maluku Said Assagaff menambahkan, Pukul Sapu setelah Lebaran harus dihayati sebagai momentum untuk merajut tali silaturahim, tak hanya antarwarga Negeri Mamala, tapi juga warga lain. ”Seperti temanya tahun ini, yakni ’Merajut Tali Kasih Antarsesama Orang Basudara’, harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari,” katanya. (Frans Pati Herin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com