Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereguk Kesejukan Permandian Salodik

Kompas.com - 09/09/2014, 19:53 WIB
SELEPAS  tanjakan hampir sepanjang 2 kilometer dari arah utara Luwuk, Kabupanten Banggai, Sulawesi Tengah, kesejukan tiba-tiba menerpa. Mobil sengaja dipacu pelan. Embusan angin dari sela pepohonan di tepi jalan trans-Sulawesi poros Luwuk-Ampana, Kabupaten Tojo Una-Una, itu terasa mendamaikan.

Di kawasan ini terletak Permandian Pilaweanto. Pilaweanto dalam bahasa Saluan, suku besar di Banggai, berarti tempat peristirahatan. Namun, orang lebih mengenal tempat ini dengan nama Permandian Salodik.

Obyek wisata alam ini berlokasi di Desa Salodik, Kecamatan Luwuk Utara, sekitar 30 km dari Luwuk atau hampir 630 km dari Palu, ibu kota Sulteng. Obyek wisata yang dikelola Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Banggai itu diapit dua gunung dengan hutan yang masih perawan. Karena berada di kawasan pegunungan, lingkungan sekitar danau ini sangat sejuk. Tiupan angin membawa serta butir air.

Air di permandian lebih sejuk lagi. Ini kondisi yang didambakan karena Luwuk berada di tepi pantai nan panas.

Jika berenang hingga lebih dari dua menit, keluar dari dalam lubuk air dipastikan badan menggigil. ”Biar menggigil yang penting plong. Kejernihan airnya betul-betul menggoda,” kata Syahrul (35), pengunjung dari Palu, beberapa saat lalu. Ia bersama dua temannya menyempatkan berendam di permandian. Mereka dalam perjalanan dari Luwuk ke Palu yang ditempuh hampir 18 jam.

Ada empat titik atau lubuk yang biasa dipakai oleh pengunjung untuk berendam. Namun, dua titik dengan masing-masing punya luncuran air adalah tempat favorit. Lubuk pertama yang berada di bawah luncuran 5 meter dengan elevasi rendah berkedalaman 4 meter. Biasanya orang dewasa mandi di sini.

Untuk anak-anak, tempat berenang berada persis di bawah lubuk pertama dengan kedalaman tidak lebih dari 2 meter. Luncuran airnya hanya setinggi 1 meter.

Baik di tempat permandian orang dewasa atau anak-anak, kondisi air jernih. Tidak ada sebutir pasir pun yang terlihat begitu air didapuk pada kedua telapak tangan. Kenikmatan obyek wisata ini juga tambah agung dengan berbagai cericit burung yang bertengger di pohon-pohon di sekitar permandian.

Jembatan Kayu

Tempat permandian ini dilengkapi dengan jalan setapak untuk menghubungkan satu titik dengan titik lain. Jalan-jalan ini terbebas dari dedaunan. Lumut pun hampir tak dijumpai. Pengunjung dijamin tak akan tergelincir.

Selain itu, tempat permandian tersebut juga dilengkapi sejumlah jembatan kayu mungil untuk melintas di atas alur sungai. Jembatan ini terawat. Pengunjung tak jarang berpose di atas jembatan.

Untuk berkumpul-kumpul, tersedia 15 gazebo yang seluruhnya dibuat dari papan. Warna lantai gazebo kehitaman, tetapi tidak licin. Sampah juga tidak terlihat di gazebo itu.

Terdapat sebuah restoran di tempat ini. Menu makannya lebih banyak bernuansa laut (seafood). Harganya terjangkau. Jika restoran penuh, pengunjung bisa menyambangi Salodik yang berjarak sekitar 2 km ke arah Ampana. Di sana terdapat sejumlah warung makan.

Menurut Alexander Tontey (63), penjaga obyek wisata itu, pada akhir pekan dan hari libur jumlah pengunjung bisa mencapai sekitar 150 orang. Ada yang datang untuk berenang dan tak sedikit yang merayakan ulang tahun atau semacam syukuran. ”Kadang-kadang ada juga yang bermalam,” katanya.

Tidak diketahui secara persis kapan permandian itu dibangun. Alexander menuturkan, kondisi tempat itu sebelum tahun 2009 kurang terawat. Tetumbuhan liar ada di mana-mana. Dedaunan dan sampah berserakan di jalan setapak.

”Saat masuk awal tahun 2009, saya mulai menatanya. Bunga dirawat dan ditambah. Daun-daun tidak dibiarkan berserakan. Tempat sampah disediakan di hampir setiap gazebo,” kata Alexander, yang bekerja bersama dengan istrinya.

Alexander merupakan pensiunan pada Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Banggai. Begitu diminta mengelola Permandian Salodik, ia sangat antusias. Ia jatuh cinta pada kesejukan dan kebersihan udara di tempat itu. ”Saya ingin orang lain juga menikmati keindahan tempat ini,” tuturnya lagi.

Keinginan Alexander masih terkendala sejumlah fasilitas pendukung. Meski dilewati jaringan PLN, tempat ini belum dialiri listrik. Pengunjung yang bermalam harus membawa generator. Hal ini menyebabkan banyak orang tidak bisa bermalam untuk sekadar menikmati dinginnya hawa pegunungan, beribadah, atau merayakan pesta di lokasi itu.

Selain itu, jumlah penginapan baru satu unit. Itu pun tidak dilengkapi dengan tempat tidur, meja, dan kursi, serta perlengkapan lain semestinya. ”Dijanjikan semua fasilitas itu segera didatangkan,” kata Alexander. (Videlis Jemali)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com