Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/10/2014, 10:38 WIB
SEJAK tiba di Larantuka, ”surga” itu bukan sesuatu yang utopia. Keindahan dan kedamaian taman firdaus seperti tarikan kuas para pelukis. Ia menjelma oleh paduan matahari, perbukitan, laut dan angin, serta pasir yang memeluk hangat mata air. Di situlah cinta paling sederhana para petani bersumber.

Dari atas batu, senja yang memerah menerpa tubuh Simon Sinaliwun (98). Petani yang masih tampak tegar di usia tua ini sedang ”mandi pasir”. Pantai Kawaliwu yang menghampar di Teluk Hading, di utara Kota Larantuka, Flores Timur, bagai surga tersembunyi yang belum banyak dijamah para pengelana. Pada bentangan pantai yang membuat garis lengkung antara Desa Kawaliwu dan Desa Lewomuda, terpendam mata air panas. Ia mengalir di bawah pasir hitam berbatu dengan hulu kaki Gunung Ile Padung di Kecamatan Lewolema.

”Saya so bisa mandi setiap hari. Tinggal gali pasir, air panas semua, lalu byur-byurr...” Simon menggamit gayung, lalu menciduk air yang tertampung di ceruk pasir dan mengguyur sekujur tubuhnya. ”Ini air panas bikin umur panjang,” kata Simon.

Hidup petani uzur ini begitu sederhana. Setiap hari ia berangkat ke kebun jambu mete miliknya yang terletak di kaki Gunung Ile Padung. ”Setiap hari pungut 2 karung biji mete. Bisa dapat Rp 800.000, apalagi ah mandi air panas sebelum pulang ke desa,” tuturnya. Lagi-lagi dengan sukacita Simon mengguyur tubuhnya dengan air panas.

KOMPAS/PUTU FAJAR ARCANA Simon Sinaliwun (98) sedang mandi air panas di Pantai Kawaliwu, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Penjelajah kuliner seperti William Wongso dan Santhi Serad, yang berkunjung ke Kawaliwu, tak henti berdecak kagum. ”Ini seperti surga tak terjamah, tapi nyata di hadapan kita,” kata Santhi. Silvester Hurit, pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Flores Timur yang menemani perjalanan kami, dengan sigap menggali pasir. Tak berapa lama, ketika air panas menggenang di ceruk pasir ia mengguyur tubuhnya. ”Sekalian mandi deh, ini buat kesehatan,” kata Silvester, yang rumahnya berjarak sekitar 5 kilometer dari pantai itu.

Ketika senja benar-benar rebah di cakrawala, cahaya matahari memantul di permukaan laut yang bagai lempeng tembaga menyepuh tubuh-tubuh kami. Warga sekitar berduyun menuju pantai. Mereka siap dengan segala peralatan mandi. Dan lagi-lagi air panas alami yang tersembunyi di bawah pasir menjadi medium pembersih diri.

Sumber mata air

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Flores Timur Andreas Ratu Kedang menuturkan, aliran air panas di Pantai Kawaliwu berasal dari perut Gunung Ile Padung. Suhu di permukaan air berkisar 40-45 derajat celsius. Cukup hangat digunakan sebagai air pembilas tubuh. ”Pantai ini jadi salah satu andalan dari puluhan obyek wisata di Flores Timur,” kata Andreas.

Agak jauh dari memadai memang kalau membicarakan Kawaliwu sebagai destinasi wisata. Pantai dengan hamparan pohon mete di lereng-lereng gunung ini harus dicapai lewat jalan berlubang sepanjang lebih dari 15 kilometer ke arah utara dari Kota Larantuka. Selain itu, nyaris tak ada rambu-rambu penunjuk arah untuk mencapai pantai. Tetapi justru dengan begitulah, pantai ini selalu menyimpan kehangatannya yang alami.

KOMPAS/PUTU FAJAR ARCANA Ikan-ikan segar yang dijual di pantai sekitar Kota Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Senja seperti pada akhir Agustus 2014 lalu adalah senja-senja sebelumnya di musim kemarau. Matahari tak pernah tergelincir dalam tumpukan awan sebelum mencium permukaan laut. Kita selalu menemukan paduan kebesaran semesta, di mana matahari menyelesaikan tugasnya dengan menebar cahaya terakhir ke seluruh permukaan laut dan gunung, sebelum akhirnya tertidur.

”Di sini sunset selalu berakhir dalam damai,” kata Silvester, lulusan STSI Bandung yang juga penulis puisi itu.

Bukan cuma kebesaran alam yang membuat Kawaliwu terasa istimewa, para petaninya yang ramah dan bersahaja juga kekayaan yang berbeda. Sewaktu kami tiba, serombongan petani di atas mobil pick-up duduk berebutan dengan karung-karung biji mete. Mereka tak segan berhenti, menyapa dan berbincang kecil dengan kami, yang terbelalak-belalak menyaksikan jambu mete ranum. ”Ini buahnya cuma dikasi makan babi... tak bisa dimakan,” tutur seorang petani perempuan dari atas mobil. Rasa buah jambu mete yang matang memang sangat sepat. Kesepatan itu sering kali membuat kerongkongan terasa kering dan tersedak.

Wakil Bupati Flores Timur Valentinus Tukan menyatakan, daerahnya yang berbukit-bukit batu dan kering cocok dengan tumbuhan mete. Bahkan boleh dikata kini pada hampir semua desa di Flores Timur yang jumlahnya mencapai 250 desa, hasil utamanya adalah biji mete. ”Sayangnya, kami baru bisa menjual biji mete gelondongan kepada para pembeli dari India. Mereka datang langsung ke Larantuka,” kata Valentinus Tukan.

Daerah beriklim panas sepanjang musim ini sejak beberapa tahun terakhir seolah menemukan jalan keluar untuk meneruskan hidup. Di sela bongkahan batu-batu besar dengan tekstur tanah berpasir, mete menumbuhkan harapan. Itulah barangkali buah dari ketekunan serta kepasrahan diri di hadapan Sang Pemilik Hidup.

KOMPAS/PUTU FAJAR ARCANA Patung Bunda Maria dan Yesus Kristus di Kapela Tuan Ma, Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Larantuka memiliki tradisi Semana Santa, prosesi perayaan Paskah yang telah dilakukan sejak 5 abad silam. Pada prosesi ini, umat Katolik setempat menyatakan perkabungan yang mendalam, merefleksi batin dalam pertobatan bersama. Mereka menimba rahmat dan berkat melalui doa dan nyanyian. Pada Jumat Agung, umat melakukan proses pengarakan Tuan Ma (Bunda Maria) dan Tuan Ana (Yesus Kristus) dari kapela masing-masing menuju katedral. Setiap tahun Semana Santa di Larantuka tak kurang dikunjungi ratusan ribu peziarah dari seluruh dunia.

Kini perjalanan matahari mencapai titik paling menentukan. Kami semua bermandi cahaya warna tembaga. Simon Sinaliwun tetap berkecipak di telaga kecil yang ia ciptakan sendiri. Sementara Gunung Ile Padung menghitam, perlahan bergerak menjadi siluet. Kami saling berpandangan sambil mengantar matahari pulang. (Putu Fajar Arcana)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com