Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sambut Bulan Suro, Tradisi "Sapi-sapian" Digelar di Banyuwangi

Kompas.com - 26/10/2014, 12:10 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Banyak cara masyarakat merayakan Tahun Baru Islam yang dalam penanggalan Jawa dikenal sebagai Bulan Suro. Salah satunya seperti yang dilakukan warga Desa Kenjo, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Mereka menggelar tradisi "sapi-sapian" dengan mengarak dua warga yang menggunakan kostum sapi keliling desa lengkap dengan alat bajaknya. Mereka diiringi dengan petani yang membawa berbagai macam hasil bumi dari Desa Kenjo.

Tradisi yang dilaksanakan tersebut murni dari swadaya masyarakat yang tinggal di sekitar 15 kilometer dari pusat Kota Banyuwangi. "Ini merupakan salah satu cara kami untuk mengucapkan syukur atas semua yang sudah diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa. Selain itu tradisi 'sapi-sapian' merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang yang membuka desa ini," jelas Busairi, tokoh adat Desa Kenjo kepada Kompas.com, Sabtu (25/10/2014).

Dia menjelaskan tradisi sapi-sapian terakhir kali dilakukan pada tahun 1942 dan kembali lagi diadakan dua tahun terakhir. "Sengaja dilakukan kembali agar warga sini tahu cikal bakal desanya," tambah Busairi.

Kepada Kompas.com, Busairi menjelaskan sekitar tahun 1700-an, tiga orang asal Bugis pertama kali membuka lahan di wilayah desa tersebut. Namun karena kesulitan air maka mereka memilih lokasi lain di wilayah yang sekarang berada di Desa Kenjo. "Setelah menemukan sumber air mereka membuka lahan persawahan. Untuk membajak sawah, mereka menggunakan tenaga manusia. Dua orang menjadi sapi untuk menarik bajak dan satu orang lagi bagian memegang bajak," jelas Busairi.

Karena kelelahan, mereka mencari binatang untuk membantu membajak dan hanya menemukan binatang sapi. "Karena itulah warga sini semuanya lebih banyak memilih sapi untuk membajak sawah bukan kerbau. Untuk mengenang leluhur yang sering kami sebut Mbah Daeng, maka kami mengadakan tradisi 'sapi-sapian' seperti saat ini," tuturnya.

Saat diarak, masyarakat desa akan menyaksikan teatrikal bagaimana cara bercocok tanam yang baik seperti memilih bibit, menyebar benih, membajak tanah, menghalau hama dan juga cara panen. "Ini mengingatkan agar kita kembali ke alam. Menggunakan pupuk alami dan memilih musim yang tepat mulai tanam sampai panen. Serta bagaimana kita bersyukur atas berkah Tuhan," jelasnya.

Sementara itu, dalam tradisi tersebut juga dijelaskan jika nama Kenjo berasal dari Kunjo dalam bahasa Using yang artinya tempat air. "Dibandingkan di wilayah lain, di desa ini airnya melimpah sehingga banyak yang mengambil air ke sini menggunakan Kunjo yang artinya tempat air kemudian dikenal sebagai desa Kenjo," katanya.

Busairi melanjutkan, tradisi sapi-sapian sangat jarang diketahui oleh masyarat Banyuwangi kecuali warga sekitar karena selain Desa Kenjo yang berada cukup terpencil, kegiatan tersebut juga tidak masuk dalam agenda pariwisata Kabupaten Banyuwangi. "Tapi masuk atau tidak pun dalam agenda kami akan tetap melestarikannya," tambah Busairi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com