Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keunikan Ritual Kapu Agu Naka di Bumi Flores

Kompas.com - 12/11/2014, 14:12 WIB
Kontributor Manggarai, Markus Makur

Penulis

BULAN Juni-Agustus merupakan musim kunjungan wisatawan asing dan domestik ke Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tujuan pertama mereka mengunjungi Pulau Flores adalah bertandang ke Taman Nasional Komodo.

Ada apa di Taman Nasional Komodo? Semua warga global sudah mengetahuinya. Ada binatang purba yang masih hidup di Taman Nasional Komodo. Nama binatang ajaib itu adalah binatang raksasa Komodo. Bahkan, pada September 2014 lalu digelar hajatan global yang disebut Sail Komodo.

Pada puncak Sail Komodo, ribuan wisatawan, baik wisatawan menggunakan kapal layar (yacht) dari berbagai dunia memadai laut Labuan Bajo. Bergemanya Sail Komodo yang secara khusus dipromosikan seluas-luasnya memberikan dampak pada perkembangan pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat pada khususnya dan di Nusa Tenggara Timur pada umumnya.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Memberikan makan kepada leluhur dalam ritual 'Kapu Agu Naka' yang diadakan di Kampung Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada Juli 2014.
Dibalik keanehan binatang Komodo yang hidup di bumi Congka Sae, sebutan untuk bumi Mangggarai Raya, tersimpan berbagai keunikan tradisi dan budaya masyarakat yang secara turun temurun diwariskan.

Selain Tari Caci yang sudah terkenal di kalangan masyarakat Manggarai Raya, ada tradisi-tradisi yang terus diupacarakan di rumah-rumah adat di seluruh Manggarai Raya. Salah satu tradisi itu adalah Tradisi “Kapu Agu Naka”.

Pada bulan Juli 2014, salah satu suku di Kampung Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat menggelar ritual “Kapu Agu Naka”. Kapu artinya pangku dan Naka artinya, riang. Kapu agu Naka diartikan memangku seseorang dengan penuh riang atas berbagai keberhasilan, baik memberikan keturunan yang berkembang banyak maupun kesuksesan dalam menggarap sawah, kebun dan sekolah.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Sesajen yang digantung di rumah adat Gendang dalam ritual 'Kapu Agu Naka' yang diadakan di Kampung Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada Juli 2014.
Warisan leluhur ini harus dilaksanakan oleh keturunan dalam kehidupan masyarakat Manggarai Raya. Uniknya, ritual ini digelar untuk menghormati leluhur yang telah berjasa memberikan keturunan yang terus berkembang di Kampung Paang Lembor maupun yang berdomisili di luar kampung tersebut.

Ritual ini selalu ditunda-tunda karena kemampuan warga yang terbatas untuk membeli berbagai hewan, seperti kerbau, babi dan ayam serta menyiapkan berbagai kebutuhan dalam ucapara tersebut. Lalu ditunda-tunda acaranya maka leluhur memberikan teguran kepada keturunannya berupa sakit yang tidak pernah sembuh, tersendat-sendat keberhasilan dalam pendidikan perguruan tinggi.

Menganalisis tanda-tanda itu ditambah dengan mimpi dari sejumlah warga maka tetua adat Kampung Paang Lembor sepakat menggelar tradisi “Kapu Agu Naka”.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Warga Manggarai Raya menyambut kedatangan Konsulat Australia di Denpasar yang menghadiri ritual 'Kapu Agu Naka' yang diadakan di Kampung Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada Juli 2014.
Benediktus Koro, kepada Kompas.com, di Rumah adat Gendang Paang Lembor pada pertengahan Juli 2104 menjelaskan, leluhur dari warga masyarakat di Paang Lembor dikenal dengan panggilan Empo Tok. Ayah dari Empo Tok ini adalah Sor Mondong. Saat Empo Tok masih kecil, ayahnya meninggal dunia. Lalu, ketika ayahnya meninggal, Empo Tok menjadi “Lalo” (anak yatim piatu) di kampung tersebut. Setelah itu Empo Tok tinggal dengan keluarga tantenya di wilayah Ndoso, Kecamatan Ndoso.

Benediktus menjelaskan, Empo Tok adalah anak tunggal dari keturunan Sor Mondong (ayahnya). Saat bertumbuh besar dan menjadi pemuda serta memiliki keluarga, Empo Tok menggelar ritual “Oke Lewang Leca Kando Lalo” artinya buang semua sial dan cukup dia saja yang menjadi anak tunggal.

Dalam ritual itu, Empok Tok mengambil seekor ayam jantan warna putih. Lalu dia “Wada” atau bersumpah: "Ini ayam putih. Karena saya hidup sendirian melalui ayam warna putih ini saya minta berkat dari Yang Maha Kuasa agar keturunan saya berkembang biak di kemudian hari. Cukup saya saja yang anak tunggal. Apabila permohonanku terwujud maka keturunan saya menggelar ritual Kapu Agu Naka sebagai ucapan terima kasih dan bersyukur atas rahmatMu dengan kerbau berwarna belang-belang."

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Sesajen yang sudah siap diberikan kepada leluhur dalam ritual 'Kapu Agu Naka' di Kampung Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada Juli 2014.
Diperkirakan 400 tahun silam pesan itu disampaikan dan masih diingat oleh keturunnya dengan mengisahkan terus menerus.

Sesudah gelar ritual itu, sebagaimana dikisahkan nenek moyang, Benediktus menuturkan, Empo Tok memperistrikan Anos. Hasil perkawinannya lahirlah anak-anak mereka yakni Tonjong (anak sulung), Panjong (anak kedua), Koro (anak ketiga) dan Golo (anak bungsu).

Lalu Benediktus menjelaskan, keturunannya mulai lupa atas pesan leluhur mereka mengakibatkan “do Nangki” artinya, bermacam musibah sakit yang tak pernah disembuhkan. Kadang-kadang hadir dalam mimpi. Ada banyak warga Kampung Paang Lembor sakit dan berobat di Rumah Sakit di Manggarai Raya, namun, tidak pernah sembuh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Travel Tips
Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Travel Update
Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Travel Update
4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

Travel Tips
Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Jalan Jalan
4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

Travel Tips
Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Travel Update
Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Jalan Jalan
Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Jalan Jalan
 7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

Jalan Jalan
5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

Travel Tips
Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Travel Update
Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com