Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geliat Ekowisata di Pulau Flores

Kompas.com - 13/11/2014, 15:17 WIB
ALUNAN musik gong dan gendang bertalu-talu di Dusun Cecer, Desa Liang Ndara, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Jumat (17/10/2014). Musik tradisional itu menjemput rombongan Duta Besar Uni Eropa yang menjadi sponsor kegiatan ekowisata di enam desa terpencil di Manggarai Barat.

Di depan gerbang masuk Sanggar Riang Tanah Tiwa, seekor ayam jantan putih, simbol ketulusan dan kejujuran masyarakat menerima tamu, diberikan kepada Duta Besar Uni Eropa Olog Skoog, Kepala Bagian Kerja Sama Delegasi Uni Eropa Franck Viault, dan rombongan.

Sekitar 50 warga telah berkumpul di sanggar itu. Mereka adalah wakil dari Desa Liang Ndara, Waerebo, Wulan, Wae Sano, Tado, dan Bena. Desa-desa ini tersebar di Manggarai Barat, Ngada, dan Manggarai, di Pulau Flores.

Enam desa itu merupakan pusat pengembangan ekowisata dengan dana dari Uni Eropa, bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat, selama tahun 2013-2015. Total dana mencapai Rp 5,7 miliar.

Keenam desa itu memiliki kekhasan masing-masing. Desa Waerebo, misalnya, memiliki rumah tradisional yang berbentuk kerucut dengan bubungan menjulang ke langit. Desa Bena memiliki kekhasan rumah adat serta batu menhir yang diyakini sebagai tempat tinggal leluhur. Desa Tado memiliki tenun ikat Manggarai Barat yang unik.

Olog Skoog mengatakan, dana itu merupakan hibah untuk kegiatan ekowisata, kesehatan ibu dan anak, pendidikan dasar, pemberdayaan ekonomi perempuan, kelompok marjinal, dan untuk pengembangan tenun ikat. ”Kegiatan ekowisata di Flores difokuskan pada pengembangan ekonomi masyarakat lokal dengan memproduksi dan meningkatkan kualitas produk-produk lokal seperti tenun ikat, kopi flores, teh asli flores, beras flores, dan sejumlah potensi daerah lokal,” katanya.

Mereka juga mendorong pelestarian budaya lokal seperti tarian tradisional, kerajinan tenun ikat, dan songket Manggarai. Sebagian budaya lokal ini terancam punah, karena itu dihidupkan kembali, di bawah Yayasan INFEST (Inovative Indigenous Flores Ecoturism for Sustainable Trade), dan Indonesia Ecotourism Network (Indecom).

Perubahan ekonomi

Kepala Desa Liang Ndara Silvester Jehadu mengatakan, jumlah warga desanya sekitar 2.312 jiwa. Mata pencarian penduduk adalah petani lahan kering dan peternak. Kehadiran Sanggar Riang Tanah Tiwa (artinya, menjaga dan mempertahankan warisan leluhur) membawa perubahan di bidang ekonomi masyarakat.

Setiap hari selalu ada kunjungan wisatawan ke sanggar itu. Berbagai produk lokal seperti pisang, umbi-umbian, tenun ikat, kopi bubuk, topi khas manggarai, tas, dan emping pisang, dipajang di sanggar.

”Produk-produk itu milik kelompok tani dan anggota sanggar. Setiap bulan selalu dibayarkan kepada mereka yang terlibat langsung, setiap anggota kelompok mendapatkan Rp 300.000 hingga Rp 500.000, tergantung dari pemasukan. Namun, penari harian mendapatkan Rp 50.000-Rp 100.000 untuk sekali tampil,” kata Silvester.

Liang Ndara ditetapkan sebagai desa wisata sejak 2009, dan aktivitas kunjungan turis mulai terasa pada 2010. Rata-rata setiap tahun sekitar 4.000 turis (mancanegara dan dalam negeri) mengunjungi desa itu.

”Satu paket kunjungan turis ke sanggar ini dibayar Rp 1,3 juta, dengan jumlah turis yang tidak ditetapkan. Kami menyediakan berbagai atraksi budaya di pelataran sanggar,” kata Ketua Sanggar Riang Tanah Tiwa Kristo Nison.

Ny Martina Weki, salah satu anggota sanggar, mengatakan, dirinya menitipkan kain sal dan tenun ikat khas Manggarai di sanggar itu. Hasil jualan tenun ikat itu untuk membiayai pendidikan anak sekolah, kesehatan, dan membiayai hidup lima anggota keluarganya.

Sebelum kegiatan ekowisata, kata Martina, warga sangat terisolasi. Kendaraan jarang masuk-keluar desa, dan ekonomi warga sangat terpuruk. ”Sekarang, rata-rata setiap hari ada 10 turis asing masuk ke desa ini,” kata Martina.

Kedatangan turis berarti rezeki bagi warga. (Kornelis Kewa Ama)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com