Kelebihan itu pula yang mengundang kedatangan bangsa kolonial untuk mengusai daerah itu. Pertama kali adalah kehadiran anggota ekspedisi Portugis D’Abreau yang dikirim dari Malaka oleh Albuguergue pada 1512. Tujuan utamanya adalah mencari sumber rempah-rempah. Demikian ditulis M Burhan Bungin dalam bukunya Destinasi Banda Neira.
Banda Naira juga diincar Belanda yang kemudian merebutnya dari Portugis, dan berkuasa paling lama. Tujuannya juga mengeksploitasi sumber daya alam Banda Naira, dan memonopoli perdagangan.
Kondisi itu menegaskan, Banda Naira di masa lalu mempunyai nama besar karena komoditasnya. Komoditas unggulan selain pala adalah ikan. Laut Banda kaya dengan ikan sehingga menjadikan daerah itu sebagai pusat perikanan tangkap. Ribuan kapal pencari ikan tuna berburu di wilayah perairan itu.
Tak hanya itu, Banda juga penuh dengan peninggalan penjajah yang kini dijadikan wisata sejarah, seperti rumah pengasingan beberapa tokoh pejuang kemerdekaan pada zaman penjajahan Belanda dulu, yakni Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Dr Cipto Mangunkusumo. Ada pula Benteng Belgica yang masih berdiri kokoh.
”Dengan berbagai macam catatan masa lalu yang masih tertinggal hingga saat ini, serta kekayaan budaya setempat, Banda Naira telah dinyatakan sebagai warisan budaya dunia,” kata Gubernur Maluku Said Assagaff yang berkunjung ke daerah itu beberapa waktu lalu.
Banda kini
Banda Naira terdiri atas 11 pulau, tujuh pulau di antaranya dihuni 21.453 jiwa. Daerah itu berjarak lebih kurang 125 mil laut (231,5 kilometer) dari Ambon.
Potensi pariwisata juga menjanjikan. Salah satu pegawai di Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas Pariwisata Banda Naira, Hasni Lahasani, mengatakan, rata-rata jumlah pengunjung setiap bulan 200 orang. Pengunjung didominasi wisatawan asing sebanyak 150 orang.
Bertambahnya jumlah wisatawan mendorong pertumbuhan sektor lain, terutama hotel dan tempat penginapan. Saat ini terdata ada 2 hotel, 12 penginapan, dan 29 rumah tinggal (homestay).
Namun, kata Kadir, ada hambatan dalam pengembangan daerah itu, yaitu akses transportasi. Kapal penumpang yang melayani daerah itu dari dan menuju Ambon hanya dua, yakni KM Kelimutu dan KM Tidar. Dua kapal itu masing-masing menyinggahi Naira sekali dalam dua minggu.
”Khusus untuk petani pala, mereka kesulitan memasarkan komoditas mereka. Itu karena kapal yang masuk ke sini jarang,” ujar Kadir.
Hasni juga mengatakan, ”Para wisatawan yang datang ke sini mengaku kesulitan mendapatkan transportasi dari Ambon ke Banda. Mereka harus bermalam beberapa hari di Ambon.”
Menurut Said Assagaff, Banda menjadi wilayah yang diprioritaskan dalam pembangunan dengan menitiktekankan pada aspek pariwisata. Pemda akan membuka jalur pelayaran Ambon-Banda dengan jadwal dua kali dalam satu pekan. Kapal yang disiapkan berkapasitas 1.500 gros ton.
Geliat Banda Naira memang menjanjikan. Oleh karena itu, dibutuhkan keseriusan untuk mengembangkannya. Magnet Banda Naira yang dulunya berbuah ”petaka”, karena menjadi incaran penjajah, kini mulai bergairah dan perlahan menemukan kejayaannya di masa depan. (Fransiskus Pati Herin)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.