Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Menarik 20 Juta Wisman

Kompas.com - 21/12/2014, 08:40 WIB
JUMLAH wisatawan asing, wisman, yang terus meningkat menimbulkan optimisme yang luar biasa. Setelah tahun 2012 jumlah wisman mencapai 8,04 juta orang, tahun 2013 melonjak menjadi 8,8 juta orang. Lalu, hingga Oktober 2014, menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah wisatawan sudah mencapai 7.755.616 orang, atau naik 8,7 persen dibanding periode yang sama tahun 2013. Jumlah wisman yang terus meningkat ini menimbulkan keinginan untuk mendatangkan 20 juta wisman pada 2019.

Target kontribusi pariwisata terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional saat ini sebesar 4,2 persen. Devisa yang dihasilkan mencapai Rp 120 triliun dan penciptaan lapangan kerja 8,7 juta orang. Jumlah kunjungan wisman mencapai 9 juta orang, sementara kunjungan wisatawan nusantara mencapai 250 juta orang. Daya saing pariwisata Indonesia menurut Forum Ekonomi Dunia (WEF) berada di urutan ke-70 dunia.

Kondisi ini dalam lima tahun ke depan atau tahun 2019 akan ditingkatkan menjadi dua kali lipat. Kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional akan menjadi 8 persen tahun 2019. Devisa yang dihasilkan Rp 240 triliun dan menciptakan 13 juta lapangan kerja. Selain itu, target kunjungan wisman akan menjadi 20 juta dan wisatawan nusantara naik menjadi 275 juta. Daya saing pariwisata Indonesia diharapkan meningkat dan berada di peringkat 30 besar dunia.

Upaya mendatangkan 20 juta wisman ini tentu tidak mudah. Walaupun jika dilihat angkanya, ada yang berpendapat jumlah ini bukanlah jumlah yang besar. Tidak besar karena berdasarkan data terbaru Asosiasi Perjalanan Asia Pasifik (PATA), yaitu Asia Pacific Visitor Arrival Forecasts 2014-2018 (Prediksi Kunjungan Wisatawan di Kawasan Asia Pasifik 2014-2018), Thailand menerima kunjungan wisatawan internasional sebanyak 26,5 juta orang. Laporan tahun 2013 itu juga menyebutkan, Malaysia akan membukukan kunjungan wisatawan internasional 26,3 juta orang dan Singapura 15,6 juta orang.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Wisman di Pulau Rinca, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Selasa (12/5/2014).
Namun, jika melihat jumlah kedatangan wisman di Indonesia yang masih di bawah 10 juta saat ini, mencapai jumlah yang dua kali lipat dan daya saing yang meningkat dalam tempo lima tahun tentu bukanlah hal mudah. Apalagi masih ditambah persoalan-persoalan klasik, seperti infrastruktur yang belum mendukung, anggaran promosi yang sangat terbatas, juga sumber daya manusia.

Tumbuh 12 persen

Sejatinya, saat ini adalah waktu yang tepat meningkatkan pariwisata Indonesia. Kawasan Asia Tenggara selama periode 2005-2012 mengalami pertumbuhan wisman tertinggi di dunia, yakni 8,3 persen, jauh di atas pertumbuhan pariwisata global yang sebesar 3,6 persen.

Tahun 2013 pertumbuhan wisman di ASEAN mencapai 12 persen, jauh di atas 5 persen pertumbuhan global. Dengan tumbuhnya minat masyarakat dunia ke ASEAN, Indonesia harus tampil di depan agar wisman tertarik datang.

Untuk menyiasatinya, harus dicari upaya yang benar-benar fokus pada kelebihan dan kemampuan kita. Keindahan alam, kekayaan budaya lokal, kuliner, dan sejarah bisa menjadi modal awal untuk menarik wisatawan asing membanjiri Indonesia.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO Ilustrasi wisatawan saat mengunjungi pasar tradisional di Pasar Ubud, Gianyar, Bali beberapa waktu lalu.
Menteri Pariwisata Arief Yahya pernah menjelaskan, wisata alam akan dikembangkan dengan produk wisata bahari, wisata ekologi, dan wisata petualangan. Adapun wisata budaya dikembangkan dalam wisata heritage dan religi, wisata kuliner dan belanja, serta wisata kota dan desa. Untuk wisata yang diciptakan manusia, akan dikembangkan wisata MICE dan event, wisata olahraga, serta wisata kawasan terpadu.

Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Pariwisata yang diambil dari hasil survei PES (passenger exit survey) 2013, ada lima besar produk wisata sebagai kontributor kunjungan wisman, yakni wisman yang melakukan wisata belanja dan kuliner (80 persen), wisata religi dan heritage (80 persen), wisata bahari (35 persen), wisata MICE (25 persen), serta wisata olahraga (5 persen).

Kelebihan lain adalah pesatnya perkembangan dunia internet saat ini. Biaya promosi pariwisata yang sangat terbatas, sekitar Rp 100 miliar per tahun, tidak akan cukup jika hanya melakukan promosi konvensional. Promosi yang gencar harus dilakukan dengan memanfaatkan internet. Untuk diketahui, 73 persen wisatawan asal Tiongkok mengetahui pariwisata Indonesia dari internet.

Memanfaatkan teknologi digital tidak sekadar hanya memindahkan Kementerian Pariwisata ke dunia maya, tetapi juga harus menciptakan beragam situs berisi percakapan (testimoni) dari ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang di media sosial tentang pariwisata Indonesia.

KOMPAS/RUSDI AMRAL Kapal pesiar Diamond Princess saat berlabuh di Pelabuhan Okinawa, Jepang, Jumat (18/4/2014). Kapal mewah bertaraf hotel bintang lima ini mengangkut sekitar 1.600 wisatawan untuk menjelajah Laut Tiongkok Timur selama 10 hari pelayaran
Masukkan juga foto-foto menarik serta informasi yang detail dan jujur mengenai destinasi wisata. Percakapan tentang pengalaman orang mengenai sesuatu akan menjadi alat promosi yang paling jitu dan murah.

Seperti dikatakan, testimoni ini tidak akan cukup jika tidak dibarengi dengan perbaikan dan peningkatan di bidang lain. Misalnya, infrastruktur fisik dan digital, kemudahan perizinan, aksesibilitas, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Selain itu, kesiapan masyarakat juga harus ditingkatkan.

Kedatangan wisman jangan dilihat semata meraup keuntungan besar, tetapi harus mempertimbangkan keberlanjutannya. Jika mendapatkan pengalaman tidak menyenangkan, wisatawan akan menyebarkan ke teman-temannya. Jika begini, bukan informasi menarik yang disebar. Wisman lainnya enggan datang. (M CLARA WRESTI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com