Keindahan Bawean di kala senja hanya sebagian kecil dari potensi wisata di pulau seluas 194,1 kilometer persegi tersebut. Masih banyak lagi potensi terpendam di pulau yang terletak di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, ini. Kemolekannya belum banyak diketahui publik karena terkendala infrastruktur, minimnya promosi, dan keterbatasan sarana transportasi.
Pulau Bawean dikelilingi oleh sepuluh pulau kecil, antara lain Gili Timur, Karangbila, Noko, Gili, Selayar, Nusa, Manukan, Cina, dan Batukebo. Keindahan di pulau- pulau di sekitar itulah yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan.
Sebut saja pesona bawah laut di sekitar Pulau Cina yang masih kaya akan biota laut, serta hamparan pasir putih nan rupawan di Pulau Noko yang patut dikunjungi. Di Pulau Bawean sendiri terdapat tempat penangkaran Rusa Bawean (Axis kuhli) yang merupakan satwa endemik pulau ini, Danau Kastoba, sumber air panas Kebun Daya, dan air terjun Laccar.
Dalam Ekspedisi Bawean yang digelar Pemerintah Provinsi Jawa Timur akhir Oktober lalu, berbagai potensi wisata tersebut coba diperkenalkan. Bahkan, panitia penyelenggara juga mengadakan pengibaran bendera Merah Putih berukuran 12 meter x 8 meter dan kain batik di Pantai Labuhan Bawean, untuk menunjukkan potensi bawah laut di kawasan tersebut yang selama ini belum dikenal publik.
Seusai pengibaran bendera, juga dilakukan penyelaman di sisi selatan Pulau Cina. Di titik penyelaman ini cukup beragam biota laut yang dapat dilihat, seperti table coral (karang berbentuk meja), ikan karang, belut laut, murai, bintang laut, dan kerang kima. Namun, sebagian terumbu karang mulai rusak akibat penggunaan potasium oleh nelayan.
”Kalau tempat ini dikelola dengan baik, tidak perlu jauh-jauh ke Bali atau Karimun Jawa kalau ingin menyelam,” ujar Sumarjono, salah seorang penyelam yang turut dilibatkan dalam ekspedisi Bawean.
Namun sayang, wisatawan yang datang ke Bawean untuk menyelam masih dapat dihitung dengan jari. Belum adanya sarana dan prasarana pendukung, seperti tempat penyewaan alat selam dan pusat informasi bagi wisatawan, membuat sejumlah turis enggan datang secara khusus untuk menyelam.
Erfan (30), nelayan di Desa Teluk Jati Dawang, Pulau Bawean, mengungkapkan, wisatawan yang datang ke Bawean untuk menyelam atau sekadar snorkeling sangat jarang. Erfan berharap, Bawean dapat dipromosikan sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Jawa Timur. ”Jadi, nelayan juga ada tambahan penghasilan dari menyewakan perahu kepada turis yang mau menyelam atau sekadar jalan-jalan ke pulau lain,” katanya.
Selama ini, untuk menuju Pulau Bawean yang berjarak sekitar 128 kilometer dari Pelabuhan Gresik, pengunjung dapat menggunakan kapal penyeberangan KMP Gili Iyang dengan waktu tempuh delapan jam, serta kapal cepat KM Express Bahari dan KM Natuna Express, masing-masing dengan waktu tempuh empat jam. Transportasi laut ini beroperasi setiap hari secara bergantian.
Faisyal Akli (35), warga Bawean, berharap agar bandara dapat segera dioperasikan sehingga baik warga maupun angkutan barang tidak hanya dilakukan lewat laut. Alasannya, jika terjadi cuaca buruk dan gelombang tinggi, harga kebutuhan pokok dan bahan bakar minyak bisa naik dua hingga tiga kali lipat.
Sayangnya, pengoperasian bandara Bawean dipastikan molor dari target semula, yakni akhir tahun 2014. Untuk itu, Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta Kementerian Perhubungan untuk mempercepat proyek pembangunan bandara tersebut. ”Soalnya ini proyek pemerintah pusat sehingga kami tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali minta agar segera dioperasikan,” katanya.
Di samping obyek wisata alam, Bawean juga memiliki sejumlah desa penghasil produk kerajinan tangan dan makanan khas yang dapat menjadi buah tangan ketika berkunjung ke pulau tersebut. Salah satu makanan yang diburu adalah kerupuk posot-posot dan martabak khas Melayu yang dikenal dengan nama mutabeb.
Hamsiyah (50), pemilik usaha kerupuk posot-posot, dapat menjual rata-rata 50 bungkus kerupuk per hari. Kerupuk seharga Rp 15.000 per bungkus yang terbuat dari ikan tongkol dan tenggiri itu dipasarkan tidak hanya di Surabaya dan Gresik, tetapi juga dibawa hingga ke Malaysia dan Singapura untuk oleh-oleh.