Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menangkis "Teror" Titipan Oleh-oleh...

Kompas.com - 09/01/2015, 08:53 WIB
SERING ditagih oleh-oleh saat bepergian ke luar negeri? Sebenarnya, tak selamanya ”kewajiban sosial” itu menjadi urusan yang menyenangkan bagi mereka yang sedang bepergian. Sebagian orang lantas menemukan solusi yang jitu.

Malam terakhir di Boston, Amerika Serikat, Dian Paramita menangis jengkel. Bukan karena sedih meninggalkan Boston untuk kembali ke Indonesia. Gadis asal Yogyakarta ini begitu kesal setelah menyadari kopernya nyaris kelebihan beban akibat diisi oleh aneka barang titipan teman-teman dan saudaranya di kampung halaman, Indonesia.

Dian berkunjung ke Boston dalam rangka menjenguk kakaknya yang sedang menyelesaikan program PhD. Dian membawa dua koper bagasi ukuran sedang dan kecil serta satu koper kecil kabin. Koper bagasi masing-masing dibatasi maksimum 23 kilogram. Terlebih saat musim dingin, Dian harus membawa perlengkapan pakaian musim dingin yang cukup menyita ruang koper.

Malam terakhir di Boston terpaksa dihabiskan Dian untuk bongkar muat isi koper. Setiap kali memasukkan satu barang titipan, koper ditutup lalu ditimbang, begitu seterusnya. Sang kakak yang akan pulang berlibur ke Indonesia terpaksa membawa satu koper lagi untuk menampung barang titipan yang dibawa Dian, seperti aneka kosmetik, alat masak, dan sepatu.

Buyarlah angan-angan Dian untuk farewell dengan teman barunya di Boston sembari bersantai menikmati malam terakhirnya. Sebelumnya pada siang hari, ia dan kakaknya menghabiskan waktu demi mencari aneka barang titipan teman-teman dan saudara-saudaranya dengan menerjang hujan deras dan udara dingin Boston.

”Banyak yang enggak tahu, dititipin itu enggak sekadar beli, masukin ke koper, terus terbang ke Indonesia, dan selesai. Ada urusan kartu yang ada aturan enggak bisa menghabiskan uang terlalu banyak dalam sehari. Banyak yang enggak tahu juga kalau di sini, ke airport enggak pakai taksi yang bisa habis Rp 900.000. Saya enggak kaya, harus ngirit naik kereta atau bus dengan menyeret-nyeret koper naik turun peron,” ungkap Dian.

Dari pengalamannya itu, Dian mengaku lain kali saat bepergian lagi akan berani berkata ”tidak” kepada temannya yang ingin menitip aneka barang. Dian sendiri belum pernah titip apa pun kepada temannya yang ke luar kota atau ke luar negeri.

Pengalaman serupa dialami Amatul Rayyani, jurnalis yang kerap bepergian ke luar negeri, baik urusan pekerjaan maupun liburan. Gangguan repot paling terasa ketika kewajiban mencari barang titipan dan oleh-oleh harus ditunaikan di sela-sela waktu yang terbatas ketika berada di luar negeri untuk urusan pekerjaan.

”Pernah ada salah satu bos yang memberi kami bertiga satu daftar titipan mulai dari sepatu, ikat pinggang, kaus, dan lain-lain. Kami sampai enggak bisa beli barang yang kami inginkan sendiri demi koper bisa muat barang titipan itu,” kata Amatul.

Menurut Amatul, keluarganya malah sangat jarang menitip aneka barang saat dirinya bepergian ke luar negeri. Oleh karena itu, ketika suatu waktu dia bertugas ke Rusia dan temannya mulai menuntut minta dibawakan aneka suvenir, Amatul hanya menanggapi, ”Saya bilang, ’ya, kalau sempat dan ada duitnya, ya’. Tetapi, dalam hati saya bertekad untuk tidak buang-buang waktu untuk itu.”

”Karena memang merepotkan. Waktu, uang, dan volume bawaan kita, kan, terbatas. Kita sampaikan saja alasan yang masuk akal; tidak banyak waktu, tidak banyak uang, dan volume koper terbatas,” tambah Amatul.
Menjadi peluang

Thomas Harjuno, dosen Matematika asal Indonesia yang mengajar di Los Angeles, AS, juga kerap mengalami pengalaman menjengkelkan akibat urusan titipan atau oleh-oleh. Dari pengalamannya mengajar mahasiswa dari sejumlah bangsa, dia berpendapat kebiasaan menagih oleh-oleh dan meminta titip barang kepada orang yang melancong hanya ditemuinya di masyarakat Indonesia.

Thomas yang rutin pulang ke Indonesia kerap merasa jengkel dengan teman-temannya di Indonesia yang gemar titip berbagai barang. Bahkan, kadang dia mengalami kejadian tidak enak. Teman yang dibawakan barang titipan ternyata merasa tidak cocok dengan barang yang dibawakan Thomas dan batal mengambilnya. Padahal, Thomas telanjur keluar uang untuk membeli barang titipan tersebut. ”Benar-benar bisa merusak pertemanan,” kata Thomas.

Akhirnya, sejak beberapa bulan lalu, Thomas memutuskan ikut bergabung dengan bistip.com (bistip, bisa titip). Bistip adalah sebuah jasa titipan barang yang menampung baik pelancong maupun penitip dengan ketentuan uang tip yang ditentukan si pelancong di luar harga barang yang harus diganti.

Sejak itu, setiap kali ada teman yang ingin titip barang, Thomas meminta mereka mendaftarkan titipannya melalui bistip.com. Kadang, begitu tahu layanan titip tersebut tidak gratis, sang teman jadi batal titip.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com