Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musim Dingin dengan Suguhan Cahaya

Kompas.com - 25/01/2015, 12:31 WIB
HUTAN bambu di Arashiyama, Kyoto, Jepang, malam itu dipadati ribuan pengunjung. Jalan menuju hutan agak temaram, pengunjung dipandu lampu yang dijajar di kiri-kanan jalan. Jalan setapak menjadi terasa indah karena 2.500 lampu LED itu dibungkus dengan kain bermotif bunga aneka jenis dan warna.

Makin ke dalam, kerumunan manusia bukannya berkurang, malah semakin padat. Malam itu adalah malam ketiga dari festival cahaya atau dikenal sebagai Kyoto Arashiyama Hanatouro, 12-21 Desember 2014. Paduan pohon-pohon bambu hijau dengan cahaya lampu membuat suasana menjadi eksotis, apalagi ditambah suhu udara yang cukup dingin pada bulan Desember.

”Justru festival ini diadakan saat musim dingin. Hutan ini sepi sekali di musim dingin sehingga ada ide untuk meramaikan dengan acara seperti ini. Hanatouro dimulai tahun 2009 dan sejak itu menjadi acara tahunan,” kata Kiyotaka Kondo. Saat kami berada di sana, suhu malam itu berada di angka lima derajat celsius.

Sambil berjalan, dia menjelaskan tentang pohon bambu yang menjulang sampai 15 meter. ”Jika sudah mencapai 15 meter, bambu-bambu tersebut berhenti tumbuh ke atas, tapi menyamping sehingga batang menjadi besar,” ujar Kondo.

Kendati ramai, suasana hutan masih terasa karena tidak ada atraksi musik dan sejenisnya yang sering kali ditemukan dalam festival. Pengunjung, selama sekitar satu jam berjalan, praktis hanya dibawa untuk menikmati hutan bambu yang dipercantik cahaya lampu. Kalaupun ada selingan, paling-paling hanya ada tempat khusus untuk berdoa dan tempat berfoto di atas kereta becak yang sehari-hari memang ditemukan di jalan-jalan kawasan turis Arashiyama.

Suasana malam lebih meriah ditemukan di Kobe ketika kami berkesempatan menghabiskan malam bersama belasan ribu pengunjung yang sedang memperingati jelang 20 tahun gempa besar di kota itu. Kebetulan malam itu adalah malam terakhir Kobe Luminarie yang berlangsung pada 12-15 Desember 2014. Jalan ke arah pusat acara benar-benar penuh oleh pejalan kaki. Kilauan cahaya lampu dalam bentuk istana sangat memukau. Sambil berjalan dipayungi oleh ribuan lampu, pengunjung tak putus-putusnya mengambil gambar. Ujung dari atraksi ini adalah rangkaian lampu yang dibentuk seperti Gereja Basilika Santo Petrus, Vatikan.

”Tahun ini temanya adalah ’Kobe, Kota Impian dan Cahaya’. Gereja Basilika dihadirkan karena pesta lampu ini tak lepas dari penggagas acara ini yang berasal dari Italia,” kata Maki Yanai, pemandu kami di Kobe. Duka Kobe akibat gempa besar yang mengguncang 16 Januari 1995 sempat membuat warga putus asa dan pesimistis. Kesedihan berlarut yang menghinggapi ratusan ribu warga membuat sejumlah orang berpikir untuk melakukan sesuatu. Ide membuat Kobe Luminarie ini salah satunya dimaksudkan untuk membangkitkan suasana kegembiraan.

Sebelas bulan sejak gempa, pesta lampu mulai diciptakan dan sejak itu setiap tahun pada bulan Desember warga bersama-sama memperingati peristiwa gempa besar dengan suasana yang meriah. Di tengah keramaian tampak ratusan orang membagikan brosur dan mengumpulkan dana amal untuk berbagai kegiatan sosial. Masyarakat tetap diingatkan akan peristiwa yang pernah menghancurkan kota ini dan menewaskan ribuan warga itu.

KOMPAS/RETNO BINTARTI Toko kecil ini merupakan salah satu dari puluhan toko yang ada di pasar kreatif di Kobe. Warga bisa belajar membuat aneka kerajinan. Tampak di sini seorang perempuan sedang mengajarkan anak-anak untuk membuat kerajinan korek api. Selain isinya, anak-anak juga belajar menggambar sehingga korek api menjadi barang yang menarik.
Sementara di Osaka, sebuah pertunjukan berbasis cahaya digelar mulai 13 Desember 2014. Mengambil lokasi di ruang terbuka, pengunjung diajak menyaksikan sebuah kecanggihan berpadu keindahan dari permainan cahaya tiga dimensi dengan panggung besar tak tanggung-tanggung, Menara Utama Istana Osaka.

Sayangnya, pertunjukan cahaya tiga dimensi yang berlangsung hanya 10 menit ini menggunakan bahasa Jepang yang tidak kami pahami. Namun, toh, permainan cahaya karya Huis Ten Bosch itu mampu mengatasi kegagalan memahami cerita yang dipertontonkan. Apalagi, sejak di pintu masuk kami sudah digiring dengan terowongan lampu yang cukup panjang sehingga membangun suasana menyenangkan.

Di tengah gelapnya Taman Nishinomaru, mata kami juga dihibur dengan ”kolam lampu” lengkap dengan ”satwa” air. Tak ketinggalan, suasana Natal dihadirkan lewat pertunjukan musik dan pohon lampu setinggi tiga meter. Siapa tahu ada yang penasaran dan ingin menyaksikan atraksi cahaya tiga dimensi yang digelar sampai 1 Maret 2015 ini. (Retno Bintarti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com