Sebenarnya di Ponorogo ada ratusan penjual nasi pecel, meski bahannya sama namun ada cita rasa yang berbeda-beda, mulai dari tingkat kepedasan sampai lauk yang melengkapinya. Para penjual nasi pecel ini biasanya berjualan antara tiga sampai empat jam sehari.
Begitu juga warung milik Pak Katiran ini hanya buka jam enam sampai sekitar sembilan pagi. Menurut istri Pak Katiran biar segar sayur dan rasanya, kalau kelamaan dihidangkan rasanya sudah berubah. Namun begitu dalam rentang waktu itu warungnya bisa menghabiskan 40 hingga 60 kilogram beras.
Menurut Bu Katiran, ia sehari bisa menghabiskan kacang tanah untuk bahan sambel sekitar lima kilogram. Bahan-bahan semua pilihan Pak Katiran, kalau tidak baik Pak Katiran tidak mau, karena pantang menurunkan mutu.
Sambal yang buat Pak Katiran sendiri. Tidak digiling namun ditumbuk memakai lumpang dan alu yang terbuat dari kayu jeruk, katanya biar sambal terasa sedap. Tidak digiling pakai mesin, katanya aroma jadi seperti aroma bensin. Tetapi entahlah, ini sudah dikerjakannya puluhan tahun.
Selain itu harga seporsi nasi pecel di warungnya hanya Rp 3.000. Naik Rp 500 paska kenaikan BBM yang lalu. Tadinya harga hanya Rp 2.500. Porsi makan di sini tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, sehingga jarang orang yang menyisakan. Kata Bu Katiran, kasihan nasinya kalau sisa dan terbuang. Bila ingin tambah tinggal bilang mau tambah separuh atau penuh. (Nanang Diyanto)
Baca kisah selengkapnya di Kompasiana: "Murahnya Nasi Pecel di Ponorogo".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.