Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyepi ke Kampung di Tengah Bukit Kapur

Kompas.com - 17/02/2015, 17:15 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

KOMPAS.com - Hujan masih turun ketika saya dan rekan-rekan jurnalis lainnya beranjak dari penginapan, Kamis (12/2/2015). Kami semua akan menyusuri Sungai Pute menuju Kampung Berua, Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Di kampung yang berpenduduk sekitar 70 orang, kami akan singgah untuk sejenak menepi dari keramaian Kota Makassar.

Jalan Poros Maros-Bosowa tampak lengang siang hari ini. Sesekali truk besar yang membawa batu kapur untuk bahan baku pembuatan semen melewati jalan. Perjalanan menuju Dermaga Rammang-Rammang yang menjadi titik awal pemberangkatan berjarak sekitar 40 kilometer dari Kota Makassar. Mobil diarahkan menuju ke utara. Kemudian kami akan melanjutkan perjalanan dengan perahu katingting.

“Nanti kita beli jas hujan dulu de. Hujannya masih deras ji,” kata Baso (37), pria asli Makassar yang menjadi pemandu kami.

Setelah menunggu hujan reda hampir setengah jam di dermaga, akhirnya Baso mengajak kami untuk naik ke katingting. Tiga buah perahu tradisional ini mulai angkat jangkar meninggalkan tempat berlabuhnya. Dengan bantuan motor diesel, kami mulai menyusuri Sungai Pute yang keruh dan payau.

Pohon nipah (Nypa fruticans) dan bakau (Rhiphora) memenuhi pinggir sungai yang menjadi jalur transportasi penduduk Rammang-Rammang. Sang nakhoda mulai melakukan manuver-manuver untuk menghindari batu-batu kapur dan akar-akar pohon bakau.

Siang hari di bukit-bukit kapur yang merupakan daerah karst terluas selain di Laut Tiongkok Selatan dan Vietnam, itu berkabut. Sesuai dengan nama daerahnya yaitu berkabut. Menurut Baso, di Rammang-Rammang setiap pagi dan jika turun hujan selalu berkabut menutup perbukitan.

Batu-batu kapur yang berwarna hitam maupun coklat menghampar setiap kali bola mata memandang. Luas daerah ini hampir 43 hektar. Saat menelusuri daerah ini seperti berada di Halong Bay, Vietnam.

Kompas.com/Wahyu Adityo Prodjo Perahu-perahu katingting yang akan mengantar ke Kampung Berua bersandar di Dermaga Rammang-Rammang, Kamis (12/02/2015). Dermaga ini terletak 200-300 meter dari Jalan Raya Poros Maros-Bosowa.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Arkeologi Nasional, Universitas Wollonggong, Universitas Griffith Australia, Balai Peninggalan Cagar Budaya Makassar, dan Balai Arkeologi Makassar bahwa di kawasan Maros memiliki lukisan gua yang berumur di atas 25.000 tahun. Namun kami tidak menjelajahi lukisan gua tersebut karena waktu dan cuaca yang tidak mendukung.

Dua puluh menit menelusuri Sungai Pute, sebelum memasuki dermaga Kampung Berua, katingting melewati sisi bawah batuan kapur. Sekejap cahaya hilang dan hanya terlihat di ujung. Di pinggir batuan, beberapa penduduk sekitar duduk dan berbincang-bincang santai dekat perahunya yang berlabuh. Sebentar lagi, kami sampai.

Mesin diesel segera dimatikan. Sang juru kemudi hanya tinggal mengarahkan laju perahu merapat ke dermaga. Juru kemudi dua perahu yang telah tiba lebih dulu membantu Baso untuk merapat ke dermaga kecil yang terbuat dari bambu yang dianyam menjadi sebuah jembatan.

Sawah-sawah yang menghijau dan kolam tambak menyambut kami. Bukit kapur setinggi hampir 50 meter berdiri gagah. Di dekat rumah Baso hanya ada dua bangunan rumah panggung khas Makassar. Baso berkata bahwa semua penduduk di Rammang-Rammang masih bersaudara semua.

Dari rumah Baso masih harus berjalan kaki sejauh satu kilometer untuk berkunjung ke rumah tetangganya. Tak ada listrik yang masuk ke sini. Di sini hanya mengandalkan pembangkit listrik tenaga surya untuk kebutuhan listrik. Itu pun hanya untuk mengisi daya baterai alat komunikasi saja.

Sebuah paket wisata

Perut mulai berguncang. Makan sudah lengkap tersedia di dalam rumah panggung yang diisi oleh keluarga Ismail. Hujan masih setia membasahi tempat yang berdasarkan temuan lukisan di gua merupakan rumah bagi para manusia purba. Gugusan bukit kapur yang menjulang tinggi memanjakan mata. Keramahan penduduk Rammang-Rammang menghangatkan suasana. Langit hitam menyelimuti desa yang mulai ramai dikunjungi wisatawan lokal, domestik, maupun mancanegara ini.

Kompas.com/Wahyu Adityo Prodjo Perahu katingting melewati sisi bawah batu kapur di Sungai Pute sebelum berlabuh di Dermaga Kampung Berua, Kamis (12/02/2015). Di sepanjang Sungai Pute, vegetasi didominasi oleh pohon nipah dan bakau.
Selain menjadi pemandu wisata, sehari-harinya Baso juga seorang petani dan nelayan. Ia menuturkan bahwa untuk menuju ke tempat tersebut, para wisatawan akan dikenakan biaya paket wisata sebesar Rp 250.000. Paket sudah termasuk biaya transportasi pulang-pergi menggunakan perahu katingting, mengunjungi taman batu, dan gua prasejarah beserta biaya pemandu wisata.

Perjalanan ke Kampung Berua, Rammang-Rammang ini biasa dimulai dari pagi hari. Baso juga menambahkan wisatawan juga dapat menginap di rumah para penduduk. Namun ia masih mengakui fasilitas pendukung seperti toilet masih kurang memadai.

Perjalanan menepi dari Kota Makassar berakhir ketika sore hari. Kami kembali naik perahu meninggalkan Kampung Berua. Namun tidak kembali ke dermaga awal keberangkatan. Kami menempuh jalur darat. Baso mengajak kami menelusuri pematang sawah hingga ke pinggir Jalan Raya Poros Maros-Bosowa.

Sepanjang penelusuran, batu-batu karst hitam berdiri gagah di tengah sawah. Hanya ada beberapa rumah di sekitar batu-batu ini. Berjalan di pematang sawah, kewaspadaan meningkat ketika melangkah. Hujan membuat tanah gembur dan licin. Dari awal mulai berangkat dari dermaga hingga ujung pematang sawah, kami dibuat terpesona oleh kesunyian kampung beserta gugusan bukit kapur di kawasan yang diakui sebagai World Heritage Convention oleh Unesco ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com