Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PHRI Bali Harapkan Kejelasan Konsep Pariwisata Pulau Dewata

Kompas.com - 21/03/2015, 12:39 WIB

DENPASAR, KOMPAS.com - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali mengharapkan adanya kejelasan konsep pariwisata di Pulau Dewata yang berkaitan erat dengan kontribusi target wisatawan mancanegara (wisman) sebanyak 20 juta pada tahun 2019.

"Kita masih ada kerancuan. Ke mana (pariwisata) Bali ini, apa (konsep) budaya atau keluar dari inti pariwisata budaya atau pariwisata kombinasi?" kata Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati di Denpasar, Jumat (20/3/2015).

Menurut dia, apabila pariwisata bukan berkonsep budaya dan hanya sekadar mendatangkan kuantitas atau jumlah pelancong sesuai dengan target pemerintah yakni 20 juta wisman pada tahun 2019, maka perlu dibangun sarana pariwisata buatan manusia.

Sarana pariwisata buatan manusia itu, menurut Sukawati, diharapkan bisa mendatangkan daya tarik wisata baru yang menggaet wisatawan lebih banyak sehingga mampu berkontribusi bagi target 20 juta wisman itu.

Bahkan untuk mendongkrak target tersebut, baru-baru ini pemerintah telah memberlakukan bebas visa bagi empat negara potensial yakni Tiongkok, Rusia, Korea Selatan, dan Jepang.

Namun apabila pariwisata berkonsep budaya seperti yang selama ini menjadi daya tarik Pulau Dewata, maka budaya harus dipertahankan dan dilindingi tanpa perlu membangun pariwisata buatan manusia.

TRIBUN/TAUFAN WIJAYA Pertunjukan tari kecak di Uluwatu, Bali, Kamis (6/6/2013). Tari kecak yang dimainkan tiap hari di pura ini bisa menyedot hampir seribu penonton.

"Kalau berbicara pariwisata budaya, dia (pariwisata buatan manusia) akan menjadi salah. Jika di Singapura misalnya datang lima juta wisatawan hanya untuk berbelanja, itu bagus. Tetapi kalau obyek yang sifatnya budaya dan alam misalnya persawahan, ada 10-20 bus dengan membawa wisatawan yang banyak, apa tidak hancur sawahnya?" tanya mantan Bupati Gianyar itu.

Untuk itu, lanjut Sukawati, perlu adanya penegasan konsep pariwisata Bali apakah berlandaskan budaya, bukan budaya, atau kombinasi.

Meski demikian, dia mengakui bahwa hal itu tidak mudah karena berkaitan dengan zonasi dan berkaitan erat dengan pendapatan daerah di kabupaten/kota di Pulau Dewata.

"Ada beberapa kabupaten yang merupakan zonasi budaya menjadi tidak berkembang maksimal dan ada pula kabupaten yang maksimal dari sisi pendapatan asli daerah. Ini perlu pembicaraan lebih tinggi bagaimana nanti ketimpangan dan kecemburuan sosialnya," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com