Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makan dari Gudang Senjata sampai Alpen

Kompas.com - 31/03/2015, 14:53 WIB
RESTORAN Zeughauskeller di Zurich, Swiss, dulu adalah gudang senjata, didirikan tahun 1487 sebelum Columbus menemukan Amerika. Zeughaus bermakna bahwa seluruh persenjataan dan perlengkapan angkatan bersenjata disimpan dan diperbaiki di tempat ini.

Restoran ini terletak di Bahnhofstrasse, berada di pusat kota Zurich. Gudang ini menjadi vital karena pada Abad Pertengahan lebih banyak terjadi peperangan daripada perdamaian. Sejarah juga menyebut bahwa Zeughaus menjadi gudang penyimpanan busur silang yang dimiliki oleh pahlawan Swiss, Wilhelm Tell.

Di dinding restoran tampak gambar diri Wilhelm Tell. Bersanding dengan lukisan tersebut adalah busur silang lengkap dengan anak panah, wadah anak panah, dan tombak. Di sisi lain di dinding terdapat pakaian perang dan beragam perisai yang dulu menjadi perlengkapan wajib saat bertarung di medan laga.

Sejak tahun 1926, Zeughauskeller berubah menjadi titik kumpul pertemuan sosial dan perdamaian. Senjata hanya digunakan sebagai dekorasi dan tamu dari seluruh dunia disambut dengan hangat. Tuan rumah restoran ini adalah Tony Hammer yang merupakan generasi kedua pengelola rumah makan. Ia bekerja menyajikan hidangan terbaik bersama dengan 80 karyawan.

Pada jam makan siang, semua meja sudah habis dipesan. Lantaran datang sepuluh menit lebih awal dari jam reservasi, pelayan meminta kami menunggu di luar karena tak tersedia satu pun meja yang kosong.

Hidangan dengan nama kalbsgeschnetzeltes nach zurcher art segera menarik perhatian karena diimbuhi catatan kaki: ”sebuah keharusan ketika di Zurich”. Menu dalam bahasa Jerman ini berupa irisan daging sapi muda yang disajikan dalam panci panas dengan jamur dan krim saus anggur putih. Daging sapi muda empuk ini disantap berdampingan dengan roti yang terbuat dari kentang cokelat yang dibubuhi keterangan Swiss style. Di brosur wisata Zurich disebut bahwa The Zeughauskeller memang terkenal karena masakan tradisional Swiss-nya yang diolah dengan resep kuno.

Suguhan keakraban

Kita tinggalkan gudang senjata untuk menuju kota Yverdon les Bains. Sekitar dua jam perjalanan kereta dari Zurich sampailah di kota kecil di tepi Danau Neuchatel yang penduduknya berbahasa Perancis. Lidah kembali dimanjakan oleh cita rasa yang berbeda. Penduduk Yverdon les Bains berbincang dalam bahasa Perancis. Tak hanya bahasanya, makanannya pun kental dengan pengaruh budaya Perancis. Jarak Yverdon les Bains dari Paris ”hanya” sekitar 544 kilometer.

KOMPAS/MAWAR KUSUMA WULAN Restoran Zeughauskeller di Zurich, Swiss, yang dulunya bekas gudang senjata.
Jika Zurich merupakan kota bisnis tersibuk di Swiss, Yverdon les Bains merupakan kota kecil yang penduduknya saling mengenal. Leo Cousin, penanggung jawab media dari Yverdon les Bains yang mengantar rombongan jurnalis dari Asia Tenggara yang tergabung dalam program The Media Trip: The Original Winter, misalnya, menunjukkan seorang penjual permen yang dikenalnya sejak kecil dan setia berjualan gula-gula hingga sekarang.

Tepat di depan kios si penjual gula-gula, Leo mengajak kami mencicipi segelas cokelat hangat plus aneka kudapan cokelat di kedai Schneider di Rue du Lac, Yverdon les Bains. Suasana kota yang tenang begitu terasa bersahabat ketika menyaksikan penghuninya menghabiskan sore dengan menyeruput cokelat. Cokelat di toko ini dibuat dengan resep turun-temurun sejak tahun 1957.

Dengan bangunan kota tua dan museum yang menyimpan sejarah kota hingga 6.000 tahun lampau, waktu seolah berjalan lambat. Selain kastil tua dari abad ke-13, kota ini juga memiliki museum sains fiksi yang menarik. Lantai pertama dan kedua museum didedikasikan untuk sejarah dari tiga kategori fiksi penting, seperti opera, fantasi, dan literatur horor. Kategori ini antara lain mencakup karya mitologi Star Wars, JRR Tolkien, dan HP Lovecraft.

Bersantap siang di Yverdon les Bains menjadi pengalaman unik mencicipi keakraban antarpenduduk kota. Di meja restoran La Fourchette, Leo menyapa ramah para pelayan. Mereka yang makan di restoran itu pun saling mengenal. Sembari mencicipi hidangan utama bebek goreng yang dipadukan dengan spageti, Leo menunjukkan sebotol anggur putih produksi turun-temurun keluarganya.

Sama-sama berbahasa Perancis, Montreux menawarkan sensasi lain dalam bersantap. Berada di tepi Danau Geneva, Montreux antara lain dikenal dari keragaman keju yang melimpah. Keju tommes dikenal dengan rasa yang lembut, sedangkan gruyere memiliki cita rasa keju yang lebih kuat. Gruyere, etivaz, dan vacherin termasuk keju yang diproteksi dengan label asal-usul AOP yang menandakan bahwa keju-keju ini diproduksi hanya di lokasi tertentu.

Keju lembut vacherin, misalnya, dikenali dari wadah kotak bulat kayu cemara. Dibuat sejak 1865, vacherin hanya diproduksi dari September hingga akhir musim dingin di Joux Valley. Dibuat dari susu sapi di ketinggian lebih dari 700 meter, keju ini dibentuk, dipres, lalu disimpan lebih tiga pekan di gudang bawah tanah.

Makanan nasional

Kekayaan keju Swiss bisa dicicipi saat menyantap makanan tradisional: fondue. Swiss boleh memiliki beragam budaya. Namun, seluruh perbedaan itu lebur dalam sepanci fondue. Beberapa kali selama sepekan tinggal di Swiss, rombongan kami disuguhi fondue yang telah menjadi makanan nasional Swiss sejak 1930-an dan memang merupakan alat ampuh untuk menjalin kebersamaan.

KOMPAS/MAWAR KUSUMA WULAN Hiasan senjata di Restoran Zeughauskeller, Zurich.
Suguhan fondue paling berkesan adalah ketika menikmatinya di ketinggian 3.089 meter di obyek wisata tertinggi di Swiss sejak 1898, Gornergrat. Panci besar berisi keju yang sudah meleleh diatur di atas meja dengan kompor kecil. Sebuah garpu khusus dengan pegangan panjang menjadi senjata untuk mencelupkan potongan roti ke dalam adonan keju. Konon, jika potongan roti tertinggal di dasar panci, si pelaku harus lari tanpa baju.

Menyantap fondue semakin berkesan karena pemandangan Pegunungan Alpen yang melingkupi Gornergrat. Panoramanya termasuk salah satu yang tercantik dengan 29 pucuk gunung di atas ketinggian 4.000 meter. Bersantap di ketinggian Alpen sekaligus menjadi pengalaman unik karena proses memasak yang tidak biasa.

Sekadar untuk merebus kentang di Pegunungan Alpen yang berselimut salju dibutuhkan waktu lebih dari satu jam, apalagi untuk mematangkan stik daging sapi muda yang kami santap dengan lahap di Restoran Matterhorn Glacier Paradise pada ketinggian 3.883 meter. Sembari bersantap, kami pun bisa memandang Pegunungan Alpen yang terletak di Italia, Perancis, dan Swiss. (MAWAR KUSUMA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com