Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Kolombo Tak Ada Pedagang Kaki Lima

Kompas.com - 12/04/2015, 14:18 WIB
HARI Jumat (20/3/2015) itu adalah hari terakhir kami mengikuti lokakarya tentang teh di luar kota Kolombo, Sri Lanka. Memanfaatkan waktu tersisa, Kompas mencoba mengenal kota itu dengan menyisir sudut-sudutnya.

Awalnya, nyaris tidak ada yang istimewa di sepanjang perjalanan dari hotel yang berlokasi di Pantai Samudra Hindia di luar Kolombo menuju pusat ibu kota Sri Lanka itu.

Jaringan kereta api masih didominasi lokomotif dan rangkaian gerbong kereta lama nan kusam peninggalan Pemerintah Kolonial Inggris. Para penumpang yang berjejal mengingatkan pada para penumpang KA kelas ekonomi kala mudik Lebaran beberapa tahun lalu.

Di jalan raya, bus-bus Tata buatan India membawa memori akan bus-bus di Gamadi, Jakarta Transpor, dan Merantama yang mondar-mandir di Jakarta era 1970-an. Seperti halnya Jakarta, jalanan di Kolombo juga nyaris tak pernah putus dari lalu lalang bajaj.

Bedanya, di Kolombo ruang operasional bajaj lebih luas, bahkan bisa masuk ke lobi hotel berbintang dan rumah dinas presiden. Maklum, tampilan bajaj di Kolombo lebih menarik dan bersih dibandingkan bajaj Jakarta. Kabin pengemudinya dihiasi bermacam pernik, sedangkan jok penumpang meriah dengan lukisan warna-warni.

Tak heran bila para wisatawan menyebutnya ”Tuk Tuk”, mengacu pada kendaraan berhias di Thailand. ”Kami menyebutnya, ya, kendaraan roda tiga saja,” ucap seorang pengemudi bajaj itu.

Kawasan elite

Ketika tiba di kawasan Janadipathi Mawatha (istana presiden), kami teringat pada kawasan Bund di Shanghai, Tiongkok, yang dibelah Sungai Huangpu. Janadipathi adalah kota tua yang sedang dibangun menjadi kawasan wisata pantai.

Kawasan elite lainnya di Sri Lanka ada di area Alun-Alun Kemerdekaan yang kini juga sedang dibangun. Walau telah memiliki dua kawasan elite, kesan bahwa kondisi infrastruktur di Kolombo masih seperti Jakarta era 1970-an belum juga pupus. Namun, jangan mengira kota ini lebih semrawut dan kumuh dibandingkan Jakarta sekarang.

Yang jelas, Kolombo bebas pedagang kaki lima (PKL)! Tak ada PKL di semua trotoar, di sudut-sudut persimpangan jalan ataupun di halte-halte bus. Selain bebas PKL, trotoar di sana juga umumnya bersih meskipun jarang terlihat tempat sampah.

Sepanjang hari itu, kami hanya melihat beberapa pedagang kecil dengan gerobak menjajakan dagangannya di tepi pantai. Apakah itu berarti jumlah pedagang kecil di Kolombo sedikit? Tidak. Sebab, saat mobil yang kami tumpangi menyusuri beberapa pasar rakyat nan padat, ratusan pedagang kecil tampak berjubel di sana.

Di pasar pun mereka tak berani menyita badan jalan untuk berjualan. Jangankan mereka, sopir yang hendak memarkir kendaraan dekat keramaian pun diusir polisi seperti dialami sopir yang membawa kami. (WINDORO ADI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com