Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelenteng Tjo Soe Kong, dari Anxi ke Tanjung Kait

Kompas.com - 27/05/2015, 11:29 WIB
NYALAKAN tiga batang hio lalu ucapkan dalam hati nama lengkap, umur, dan sakit Anda di bagian mana saja. Lalu berdoalah mengharap kesembuhan. Seusai berdoa, Anda diminta mengocok bilah-bilah tipis bambu sepanjang sumpit, di tabung bambu. Satu dari bilah bambu yang tertera aksara Tiongkok akan jatuh ke lantai.

Selanjutnya, Anda diminta melempar dua bahan kayu berbentuk belahan biji mangga. Sekurangnya salah satu dari dua ”biji mangga” harus jatuh tengadah.

Dengan petunjuk aksara Tiongkok di bilah bambu yang jatuh di lantai tadi, seorang petugas kelenteng mengambil salah satu lembar resep tabib yang sudah tersedia di kotak-kotak kayu. Berbekal resep tabib beraksara Tiongkok, Anda akan diminta membeli ramuan obat kepada salah satu sinse (tabib).

Begitulah ritual pengobatan di Kelenteng Tjo Soe Kong di Kampung Tanjung Kait, Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten. Nama lain kelenteng ini, Kelenteng Tanjung Kait atau Rong Jia Yi Da Bo Gong Miao.

Kompleks beribadah penganut Khonghucu ini terdiri dari empat bangunan. Bangunan induk terdiri dari empat ruang, ruang depan, tengah, belakang, dan vihara bagi penganut Buddha. Bangunan di sayap kiri dilengkapi altar untuk Dewa Bumi (Hok Tek Ceng Sin), diapit altar untuk Embah Rachman dan Empe Dato.

Di seberang bangunan induk, di sisi kanan, beberapa puluh meter dari sana tampak bangunan beraltar untuk Dewi Neng. Di bagian paling belakang bangunan induk adalah wihara Buddha dengan enam tiang utama berwarna merah. Wihara ini dipisahkan oleh halaman luas berumput yang sebagian tertutup rindang oleh pepohonan.

Satu buku saku terbitan pengelola kelenteng menyebutkan, Kelenteng Tjo Soe Kong dibangun akhir abad ke-17 oleh para imigran asal Kabupaten Anxi, Hokkian, Tiongkok Selatan. Andries Teisseire, seorang pelaut Barat menulis, tahun 1792 kelenteng ini sudah ada.

Sepasang patung batu singa yang berdiri di depan bangunan utama kelenteng, disumbang oleh Zhang De Hai (1832-1833), sementara tempat pembakaran kertas doa dan pengharapan (lian) di kanan bangunan utama dibangun 1873. Lian itu adalah sumbangan Huang Qingsong dari Tingzijiao (Pasar Gelap Batavia), sementara Lian yang berdiri di sebelah kiri disumbang Zheng Cheng An pada 1868.

Terkena tsunami

Pada 27 Agustus 1883, Gunung Krakatau meletus. Desa Tanjung Kait seperti halnya Desa Kramat dan Desa Ketapang, terlanda tsunami. Untuk mengenang peristiwa ini, muncul lagu gambang kromong berjudul, ”Keramat Karam”.

Sayang tak disebutkan, apakah kelenteng ini rusak saat peristiwa tersebut. Wirya Dharma (76), sesepuh sekaligus pembina kelenteng hanya tahu bahwa setelah revolusi tahun 1945 sebagian besar kelenteng hancur.

Saat Kompas mengelilingi kompleks kelenteng, Rabu (20/5/2015), tak tampak patung naga dan burung hong di atas atap. Demikian pula relief ujung ekor burung walet yang umumnya tampak di tepian atas atap tembok bangunan berarsitek Tionglok. Warna kelenteng pun tak melulu merah, kuning, hijau, tetapi menjadi merah, biru, hitam, dan kuning. Beberapa bagian bangunan tambahan dibuat tak seharmoni bangunan lama.

Wirya, generasi kelima warga Anxi, itu cuma tersenyum. Ia mengakui, saat direnovasi tahun 1959, pengelola tidak memanfaatkan jasa arkeolog, maupun arsitek cagar budaya. Kelenteng direnovasi oleh Lim Tiang Pah, anak Lim Tju Ban. Tju Ban adalah anak Lim Tjeng Houw yang selamat dari tsunami Krakatau karena berlindung di kelenteng.

”Kami sih maunya seluruh bangunan di kompleks ini bisa dibangun kembali mirip Kelenteng Tjo Soe Kong di Anxi. Apa boleh buat, kami tak punya cukup biaya,” tutur pensiunan dokter spesialis parasitologi itu.

Tjo Soe Kong dilahirkan di masa Dinasti Song, saat Kaisar Ren Cong (960-1279) berkuasa. Pada 1083, sejumlah wilayah Anxi dilanda kemarau panjang. Bencana kekeringan berakhir setelah Tjo Soe Kong memimpin upacara memohon hujan kepada Tuhan. Tjo Soe Kong pun diminta menetap di sana, di kaki Gunung Peng Lai. Di tempat itu, warga yang mayoritas adalah petani tebu, mendirikan kelenteng buat Tjo Soe Kong.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com