Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uniknya Pasar Krempyeng di Pinggir Telaga Ngebel

Kompas.com - 26/06/2015, 14:18 WIB
KOMPAS.com - Berkali-kali berkunjung ke Telaga Ngebel, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, baru tahu kalau di ujung tenggara ada pasar. Sebuah pasar yang sudah turun temurun. Selama ini begitu datang sekitar subuh, saya langsung mengarah ke masjid dan setelah itu mencari spot barat telaga untuk menikmati matahari terbit dari balik bukit sebelah timur.

Pasar krempyeng, entah mengapa sering disebut begitu. Ibu Sanikem tengah menimbang ketela rambat di lonjoran bambu yang dibikin seperti tripod untuk menggantung timbangan neraca gantung. Dia menyarankan kepada saya kalau ingin foto-foto di pasar supaya datang lebih awal.

Ia menjelaskan kalau jam 12 malam orang-orang sudah berdatangan memikul hasil pertanian untuk dijual di pasar ini dan jam 3 pagi pasar sudah ramai. "Yen dalu sae, tiyang tiyang sami mbeto obor jentrek-jentrek, senter sentolop pating clorot iring-iringan bidal dateng peken ngiriki. Sampeyan saget mota-moto, Mas," tambah bu Sanikem, menjelaskan bahwa orang-orang sini berangkat ke pasar bersama-sama dengan penerangan obor dan lampu senter, sinarnya gemerlapan di malam hari indah kalau difoto.

Saya jadi penasaran ingin datang agak malam dan langsung menuju ke arah pasar ini. Ibu Sanikem menuturkan pasar ini hanya buka pada hari pasaran Pon dan Kliwon. Masih menurutnya, pasar sudah ada turun temurun sejak Indonesia merdeka.

Nanang Diyanto Pasar Krempyeng
Pasar sempat berhenti beraktivitas sekitar 2 tahunan pada peristiwa tahun 1965. Setelah itu beraktivitas kembali sampai sekarang. Disebut "krempyeng" karena sak kerempyengan, jadi ketika hari mulai terang pasar ini sudah buyar dan bila hujan turun pasar ini juga buyar. Namun semenjak ada kios-kios, pasar ini buka sampai jam 8 pagi dan kios buka sampai jam 8 malam.

Pasar ini meski berumur tua tetapi masih sangat sederhana. Minim barak-barak untuk berteduh seperti layaknya pasar pada umumnya. Maklum pasar ini dikelola oleh desa. Aneka hasil bumi dijual di pasar seperti ketela, jagung, sayuran, buah, hewan unggas seperti ayam, mentok, itik.

Sebelum tahun 1980-an, transaksi di pasar ini masih memakai sistem barter. Barang dagangan pun ditukarkan dengan bahan konsumsi dari kota. Cara menimbang pun baru ada tahun 1990-an.

Sebelumnya memakai batokan atau tempurung kelapa yang dibersihkan isinnya. Satu batok kira-kira berisi satu liter. Barang yang diukur memakai batok adalah beras, jagung, kopi, kedelai, kacang tolo, dan kacang hijau. Namun berkembangnya waktu berubah mengikuti penimbangan kilogram. Tetapi untuk ketela dan janten (jagung muda) masih memakai ukuran cenik atau rinjing kecil, sebuah anyaman dari bambu. (Nanang Diyanto)

Baca kisah selengkapnya di Kompasiana: "Uniknya Pasar Krempyeng di Pinggir Telaga Ngebel"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Kompasiana
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com