Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kubur Batu Nuabari yang Terisolasi

Kompas.com - 03/08/2015, 19:37 WIB
MENGUBURKAN jenazah dalam batu alam adalah tradisi masyarakat Nuabari, Kecamatan Paga, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, dan menjadi warisan yang terus hidup dan dilakukan secara bergotong royong oleh seluruh warga. Batu alam diyakini sebagai satu-satunya media yang mampu melindungi mereka saat menuju alam baka.

Kampung Nuabari terletak di ketinggian 850 meter di atas permukaan laut (mdpl). Untuk menuju ke daerah itu sebetulnya tersedia jalan sepanjang tujuh kilometer dari jalan utama Trans-Flores di Wolowiro. Namun, jalan yang dibangun tahun 1992 itu tidak pernah diperbaiki sehingga rusak parah. Daerah ini terisolasi.

Kampung di lereng Gunung Lena Ndareta itu, saat ini, dihuni 708 orang. Mereka bekerja sebagai petani, dengan komoditas utama padi lahan kering, serta tanaman penyangga antara lain kakao, cengkeh, kemiri, kelapa, mangga, dan nangka.

Gunung Lena Ndareta, dengan ketinggian sekitar 1.787 mdpl, terdiri dari dua gunung yang berdampingan, yakni Lena sebagai gunung laki-laki (suami) dan Ndareta sebagai gunung perempuan (istri). Warga setempat selalu menyebutnya Lena Ndareta. Nenek moyang Kampung Nuabari diyakini berasal dari Gunung Lena Ndareta. Nuabari sendiri terletak sekitar lima kilometer dari gunung itu.

Perjalanan menggunakan mobil dari Maumere ke Nuabari melalui Wolowiro yang butuh waktu 2,5 jam melalui jalan beraspal mulus. Dari Wolowiro, perjalanan dilanjutkan ke Nabire sejauh 7 kilometer, tetapi melalui jalan rusak.

Jalan itu pernah dibangun tahun 1992, tetapi tidak pernah diperbaiki kembali. Setiap kali menjelang pemilu dan pemilihan kepala daerah, para calon selalu menjanjikan perbaikan jalan, tetapi semua ingkar. Tidak ada angkutan desa, kecuali ojek sepeda motor dengan tarif Rp 50.000 per perjalanan, atau kendaraan truk Rp 30.000 per penumpang.

”Sekarang tukang ojek saja takut masuk kampung ini kecuali tukang ojek dari Nuabari. Jalan itu berlubang, penuh batu-batuan di jalan, kerikil, dan terdapat jurang dalam hampir di sepanjang jalan,” kata Ketua Adat Nuabari Bartolomeus Lepah (72).

Hendrik Weki (54) sebagai Bupu Nuwa atau Ketua Adat Suku Nuabari menuturkan, pengadaan kubur batu alam tidak gampang. Masyarakat dengan susah payah, secara gotong royong, mengambil batu alam dari gunung lalu diangkut menuju tengah Kampung Nuabari. Batu itu dipahat dengan lubang berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman satu meter. Penutup lubang diambil batu dari tempat lain, berbentuk ceper dan dipahat sedemikian rupa sehingga dapat menutup dengan rapi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com