Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menggapai Kedamaian di Bukit Oebelo...

Kompas.com - 04/08/2015, 13:52 WIB
GUNDUKAN bukit itu tak lagi gersang. Setidaknya sejak hampir tiga tahun lalu berubah jadi kawasan apik dan berperan sebagai taman ziarah khas Katolik. Namun, warga yang berkunjung tidak hanya umat Katolik. Gerbang masuknya selalu terbuka bagi siapa saja yang mendambakan kedamaian dan keheningan.

Namanya Bukit Ziarah Oebelo di Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Posisinya sekitar 20 kilometer sebelah timur Kota Kupang. Meskipun masih jarang, kawasan seluas 5 hektar itu kini ditumbuhi aneka pohon penghijauan yang sengaja ditanam, seperti mahoni, trembesi, mangga, kelapa, dan sawo. Jenis pohon itu diselipkan di antara berbagai jenis pohon endemik khas daerah tropis, seperti lontar, gewang, kesambi, asam, bidara, dan johar.

Memasuki kawasan, tak diganggu ingar-bingar mesin kendaraan. Seluruh kendaraan pengunjung berhenti di kaki bukit. Selanjutnya melalui jalan agak menanjak, pengunjung hanya dibolehkan berjalan kaki. Awalnya melalui jalan tunggal hingga depan patung Bunda Maria. Selanjutnya, jalan bercabang dua. Pengunjung tinggal memilih, melanjutkan melalui jalan berlapiskan paving block atau jalan berlapiskan susunan batu pecah konstruksi telford.

Sebagaimana dijelaskan Pastor Selestinus Panggara CMF, tuan rumah Taman Ziarah Oebelo, Sabtu (2/5), khusus bagi peziarah umat Katolik menapaki jaringan jalan itu sesungguhnya bermakna meniti berbagai peristiwa terkait perjalanan hidup Yesus Kristus. Bagi mereka yang memilih menapaki jaringan jalan paving block, berarti dalam doanya mendaraskan lima peristiwa gembira dan lima peristiwa mulia.

Sebaliknya bagi peziarah Katolik yang memilih jalan telford, mereka wajib mendaraskan lima peristiwa sedih dan lima peristiwa terang. Apakah melalui jaringan jalan paving block atau telford, masing-masing melewati 10 stasi sebagai titik persinggahan ziarah sebelum akhirnya mencapai Kapela John Paul II di puncak bukit.

Selestinus Panggara membenarkan bahwa Taman Ziarah Oebelo tidak hanya bagi umat Katolik. Taman itu juga terbuka bagi masyarakat umum, karena kegiatan berziarah itu intinya melakukan pencerahan jiwa.

Pengunjung masyarakat umum pun bebas memilih melalui jalan paving block atau telford. Jika memilih jalan paving block, bisa diinterpretasikan pengunjung bersangkutan mungkin sedang melakukan pencerahan jiwa melalui peristiwa gembira atau bersenang-senang. Sebaliknya, jalan telford adalah pencerahan jiwa melalui peristiwa sedih atau duka hingga berujung terang.

Bukit Ziarah Oebelo yang kini berubah apik, sepenuhnya berkat dukungan dan penataan yang melibatkan berbagai pihak di bawah panduan Uskup Agung Kupang Mgr Petrus Turang. Ia mengakui bahwa pembangunan taman ziarah itu sama sekali tidak mengandalkan kekuatan material. Kekuatan utamanya pada hati semua umat atau masyarakat.

Sebelum mengakhiri perayaan misa yang dipimpinnya di Kapela John Paul II, Jumat (1/5), Uskup Petrus Turang cenderung menyebut Bukit Oebelo sebagai taman ziarah, bukan taman doa.

Alasannya, kawasan seluas 5 hektar sumbangan dari Yoseph Sulaiman itu memang khusus ditata sebagai tempat berziarah. Kegiatan itu bermakna melakukan refleksi terkait berbagai pergumulan yang pernah dilaluinya, apakah berbentuk keprihatinan, kesusahan, kegembiraan, atau kerendahan hati. Itu berarti, Bukit Oebelo tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi juga terbuka bagi siapa pun yang ingin merefleksikan rentangan perjalanan hidupnya.

”Siapa saja boleh datang merenung di Oebelo, entah dia percaya apa atau beragama apa. Berziarah di Bukit Oebelo tujuannya mendapatkan penyegaran rohani,” katanya.

Ramai pengunjung

Selestinus Panggara mengakui, Taman Ziarah Oebelo, sejak diresmikan oleh Kardinal Stanislaw Rylco pada 25 November 2013, setiap hari sedikitnya lima orang berziarah di kawasan bukit itu. Jumlahnya melonjak hingga sekitar 200 orang pada hari Minggu, atau bisa menyentuh 1.000 orang pengunjung pada hari libur. Ia malah punya catatan menarik, pengunjung non-Katolik jumlahnya justru lebih banyak daripada yang Katolik.

Posisi Bukit Ziarah Oebelo memang tampan. Berada di puncak, pengunjung langsung menyaksikan perkampungan dan bentangan petak-petak sawah, hingga menyentuh bibir pantai Teluk Kupang sebelah utara. Pengunjung juga dapat menyaksikan matahari terbenam di waktu senja.

Lebih dari itu, Bukit Ziarah Oebelo mulai menebarkan rumor beraroma mukjizat. Konon, lonceng kapela di puncak bukit pernah lebih dari sekali berdentang tanpa petugas yang membunyikannya. Peristiwa itu diakui Selestinus Panggara, tetapi ia cepat menepis jika dentangan itu sebagai mukjizat. ”Dentangan lonceng itu mungkin akibat sentuhan burung besar yang sedang terbang,” tuturnya. (Frans Sarong)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com