Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zaharuddin Bangun Tempat Wisata Gratis bagi Anak Natuna

Kompas.com - 03/09/2015, 10:53 WIB
ZAHARUDDIN (44) merasa, yang dilakukannya bukan hal besar. Ia menyediakan tempat melancong gratis bagi anak-anak Natuna, Kepulauan Riau. Namun, tempat yang dikelolanya menjadi andalan anak-anak kabupaten di tepi Laut Tiongkok Selatan itu untuk berwisata.

Posisi tempat tinggal yang terpencil membuat tidak banyak anak Natuna bisa melihat daerah lain. Mereka hanya bisa memendam angan saat sebagian temannya bercerita soal pelesiran.

”Tidak semua orang Natuna mampu membayar perjalanan keluar kabupaten ini. Harga tiket (pesawat) pergi-pulang Natuna-Batam kadang lebih mahal dibandingkan perjalanan pergi-pulang Jakarta-New Delhi,” ujar ayah delapan anak itu.

Ketika anak dari keluarga mampu berbagi cerita seusai liburan di luar Natuna, anak dari keluarga tak mampu hanya bisa mendengar cerita dan akhirnya mengadu ke orangtua masing-masing.

Zaharuddin sadar, kondisi alam Natuna indah, bahkan tersedia banyak tempat wisata yang diidamkan orang dari luar Natuna. Mereka yang hidup di tempat ramai menginginkan ketenangan di pesisir Natuna.

”Tetapi, anak-anak itu juga ingin merasakan pengalaman outbound, flying fox, berkemah. Semua hal yang sebenarnya bisa dilakukan di kebun-kebun di Natuna,” ujar mantan guru di Bintan itu.

Sebagai petani dengan kebun tidak sampai dua hektar dan sesekali mendapat proyek infrastruktur dari Pemerintah Kabupaten Natuna, suami Andi Surasmila Astuti itu tahu kemampuannya terbatas. Namun, ia membuat keputusan nekat pada 2006.

Ia menggadaikan mobil. Hasilnya dipakai untuk membeli tanah di Desa Ceruk, Kecamatan Bunguran Timur Laut. Desa di ujung utara Pulau Bunguran, Natuna, itu dipilih karena berdekatan dengan kebunnya. Di tanah itulah, ia ingin mewujudkan mimpinya.

”Saya beli sedikit demi sedikit sampai total delapan hektar. Dulu harga tidak semahal sekarang,” ujarnya.

Tanah yang dipilih kebetulan dipenuhi batu granit, yang terkecil berukuran dua meter persegi. Jenis lahan dipandang kurang cocok dijadikan kebun. Apalagi, tidak ada industri granit di Natuna.

Lahan penuh batu itu membuat sebagian pemiliknya tidak keberatan menjual kepada Zaharuddin. Bahkan, ada yang menawarkan untuk memakai secara gratis. Namun, Zaharuddin tidak ingin ada masalah di kemudian hari sehingga tetap membayar lahan sebidang demi sebidang. Memang ada sebagian lahan yang didapatkan dari meminjam atau hibah.

Setelah urusan lahan beres, ia mulai memikirkan tantangan selanjutnya, membangun aneka fasilitas. Sebagian didanai sendiri. Sebagian fasilitas lain didapat lewat berbagai sumbangan dan bantuan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com