Begitu mautnya ”rayuan” seorang Basoeki Abdullah, hingga kurator Mikke Susanto kelabakan meringkas ”rayuan” sang maestro lukisan potret itu dalam pameran yang dikurasinya. ”Tidak ada tempat yang cukup bagi imajinasi besar bagi seorang Basoeki Abdullah. Demikian pula ruang pameran ini. Pasti kurang, dan pasti kurang,” tutur Mikke dalam pembukaan pameran Rayuan 100 Tahun Basoeki Abdullah, Senin (21/9/2015).
Biarpun mengaku kelabakan, Mikke dan Bambang Asrini W yang bersama-sama menjadi kurator pameran itu cukup piawai membangun tujuh ”jalan potong” untuk memahami Basoeki Abdullah. Tujuh ”subtema” pameran yang mengurai sekaligus membangun benang merah di antara ribuan lukisan karyanya.
Salah satu ”jalan potong” terbaiknya adalah ”subtema” bertajuk ”Basoeki Abdullah dan Tiga Negara di Asia Tenggara”. ”Subtema” itu tak hanya menghadirkan bagaimana Basoeki menjadi pelukis kesayangan orang besar semacam Raja Thailand Bhumibol Adulyadej, pasangan diktator Filipina Ferdinand dan Imelda Marcos, atau Sultan Brunei Hassanal Bolkiah, tetapi juga menghadirkan dengan jelas berbagai kecenderungan rupa lukisan potret karya Basoeki.
Sang maestro kelahiran Solo, 27 Januari 1915, itu sudah mulai melukis potret Raja Bhumibol Adulyadej dan Ratu Sirikit sejak tahun 1960. Ia kembali melukis keduanya pada 1963, sama-sama lukisan yang seluruh kanvasnya penuh dengan warna, menggambar seluruh anatomi tubuh tokoh yang dilukis, dan kaya ornamen.