Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berharap Jelaga Jatuh

Kompas.com - 08/10/2015, 10:14 WIB
RUMAH adat atau mbaru embo milik suku Ngujul lazim menjadi tempat menitipkan ujud, memohon restu leluhur untuk perjuangan yang sedang atau akan dihadapi. Prosesnya melalui ritual khusus yang disebut lorang. Konon, tanda-tanda ujung perjuangan langsung terbayang saat itu juga.

Adalah pertanda baik jika serpihan jelaga yang disebut ungan oleh masyarakat setempat tiba-tiba jatuh dari loteng atau langit-langit atap mbaru embo.

Bangunannya unik, membulat dengan kerangka atap berbentuk piramida dan beratap ijuk. Rumah langka itu terdapat di Kampung Kembang, Desa Langga Sai, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. Langga Sai di waktu lalu adalah anak Kampung Runus dalam wilayah Kedaluan Rajong. Saat ini menjadi empat desa. Selain Langga Sai, tiga tetangganya adalah Nanga Meje, Mosi Ngaran, dan Nanga Pu’un.

Kawasan Rajong masih menyisakan berbagai peninggalan kuno yang merupakan jejak peradaban Rajong. Selain mbaru embo di Kembang, di sekitarnya masih bertahan hingga sekarang serumpun bambu sakral yang disebut betong ndiwal. Tumbuh di sekitar bibir tebing puncak Bukit Tuwit, rumpun bambu itu sejak dahulu kala tidak tersentuh parang untuk kebutuhan manusia karena memang haram dimanfaatkan.

Sebagaimana disaksikan pada awal Agustus lalu, betong ndiwal seakan membentengi puncak Tuwit. Menurut bahasa setempat, betong adalah nama untuk jenis bambu betung yang batangnya besar dan dapat dijadikan tiang rumah, alat timba, atau kegunaan lain. Sementara ndiwal adalah nama tokoh sakti leluhur Rajong, bahkan Elar Selatan dan Kecamatan Elar umumnya. Puncak Tuwit sejatinya adalah bekas kampung adat suku Ngujul, yang sejak sekitar 50 tahun lalu dipindahkan ke lokasi sekarang, Kampung Kembang.

Kawasan Runus termasuk Kampung Kembang di Langga Sai terletak sekitar 80 kilometer dari Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur. Jaringan jalan ke kawasan itu, mulai Kisol yang berjarak 10 kilometer dari Borong, hancur. Kendaraan yang dapat melintas hanya jenis truk atau mobil bergardan ganda. Untuk jarak sekitar 70 kilometer antara Kisol dan Runus, membutuhkan waktu tempuh sekitar 15 jam.

Meskipun jalan dalam kondisi rusak, banyak tokoh, terutama kalangan pejabat dan politisi, yang berkunjung ke mbaru embo di Kembang. Tujuan mereka, memohon restu leluhur agar mimpi menggapai jabatan tertentu terwujud.

”Pernah ada seorang tokoh yang berniat menjadi bupati berkunjung ke mbaru embo di Kembang. Hanya sesaat setelah lorang, langsung mendapatkan tanda-tanda kalau niatnya bakal terwujud,” kisah Kepala Desa Langga Sai, Yosef Karleti, di Kembang, Senin (14/9).

”Tanda-tandanya ketika itu bahkan langsung mengisyaratkan sang tokoh sukses untuk dua periode,” lanjut Yosef Karleti, kerabat dalam suku Ngujul.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com