Dalam waktu sesingkat itu, Manser tak berhenti bercerita tentang sejarah, kebiasaan warga setempat, sampai produk yang dihasilkan di Appenzell. Sebentar-sebentar kami berhenti di depan toko, restoran, atau hotel yang menjadi saksi sejarah Appenzell sejak sekitar pertengahan tahun 1500.
Dalam brosur pariwisata, Appenzell digambarkan sebagai kawasan kota tua yang indah. Dikelilingi perbukitan hijau, warga setempat disebut-sebut bergaya hidup tradisional.
Hampir setiap bulan mereka mempunyai hari-hari perayaan yang diwujudkan antara lain dalam bentuk karnaval, pesta dansa, serta makan bersama sambil mengisap rokok dan cerutu di alun-alun kota. Pada bulan Mei, misalnya, warga memakai kostum tradisional saat ke gereja.
”Appenzell Innerrhoden adalah wilayah (canton) yang bergabung dengan Swiss sekitar 100 tahun lalu. Appenzell tetap dipertahankan seperti apa adanya. Bangunan-bangunannya, juga aktivitas warganya, masih tradisional. Warga yang tinggal di Appenzell umumnya bekerja di sektor yang berkaitan dengan pariwisata,” tutur Manser.
Salah satu toko suvenir di Appenzell memajang patung-patung kayu berupa sapi beragam ukuran dan variasi bentuk. Sapi menjadi hewan penting di sini karena salah satu produk andalannya berbahan baku susu sapi.
”Keju dari Appenzell terkenal. Resep pembuatannya hanya warga setempat yang tahu. Resep itu didapatkan turun-temurun dari leluhur mereka. Kisah resep pembuatan keju Appenzell berawal dari tiga pria yang pertama kali membuat keju di sini,” cerita Manser sambil menunjuk salah satu dinding bangunan bergambar tiga pria berpakaian tradisional.
Stasiun kereta
Manser juga mengajak kami berhenti di depan toko aksesori. Di etalase toko itu dipajang berbagai warna dan bentuk kalung manik-manik. ”Setiap perayaan ada warna kalung tertentu yang harus dipakai kaum perempuan di sini. Warna dan model untaian kalung juga membedakan antara gadis dan perempuan yang menikah,” ujarnya.
Salah satu kekhasan rumah di Appenzell adalah bagian depan dan belakang rumah serupa. Menurut Manser, semua bangunan tua di Appenzell dilestarikan. Kalaupun ada yang rusak, diusahakan merenovasinya agar kembali utuh seperti semula. Bedanya, dulu rumah berfungsi sebagai tempat tinggal, kini beralih fungsi menjadi hotel, restoran, atau toko.
”Sebagian pemilik menjadikan bangunan tua itu sebagai rumah tinggal sekaligus toko. Namun, sebagian lainnya, terutama yang tak lagi menjalankan kehidupan tradisional, umumnya tinggal di luar wilayah Appenzell,” kata Manser. Salah satu bangunan di Appenzell bertahun 1560, yang didominasi bahan kayu kehitaman, kini menjadi restoran.
Sebagai tempat tujuan wisata, Appenzell mudah dijangkau. Jaringan kereta yang dikelola Swiss Travel System pun melewati stasiun yang dibangun pada 1905. Kekhasan bangunan tua di Appenzell dan kehidupan warga yang menjalankan sebagian tradisinya bernilai ekonomi sebagai tujuan wisata dan menghidupi warganya.
Sementara itu, di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, misalnya, bangunan tua sebagai penanda sejarah kota justru dihancurkan. Harian Kompas (3/10/2015) menulis, pada awal Maret lalu bangunan Pabrik Gula Kalibagor dibongkar. Kini bangunan bekas kantor perusahaan ekspor-impor NV Ko Lie atau Rumah Tinggal Pecinan yang dibangun akhir tahun 1800, juga dihancurkan.
Padahal, kawasan tua sebuah kota dengan kemasan kisahnya bisa menjadi tujuan wisata yang bernilai ekonomis, terutama bagi warga sekitar. (CP)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.