Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghidupkan Seni, Mencintai Sungai

Kompas.com - 11/10/2015, 13:10 WIB
MINGGU (20/9/2015), Bengawan Solo di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menjelma menjadi panggung hiburan. ”Panggung” tersebut membentang sejauh 14 kilometer dari bendung gerak di perbatasan Desa Padang, Kecamatan Trucuk, dan Desa Ringinrejo, Kecamatan Kalitidu, hingga Taman Bengawan Solo.

Ribuan warga menyaksikan parade perahu hias di tepi bantaran sungai. Parade baru dimulai pukul 14.00, tetapi keramaian terlihat sejak pukul 09.00. Akses menuju bendung gerak macet sejak pukul 11.00. Kepulan debu jalanan dan terik matahari tak mengendurkan semangat warga menyaksikan festival hingga usai.

Perahu hias dengan replika biola patah setelah menabrak jembatan bambu penyeberangan di Ledokkulon. Warga yang berada di jembatan itu sempat berlarian menepi, takut tercebur ke sungai. Hal itu tidak mengurangi kemeriahan acara.

Parade perahu hias tidak hanya menyuguhkan beragam replika, tetapi juga mempertontonkan seni budaya. Sedikitnya ada 42 perahu hias yang memanjakan mata. Perahu hias menjadi panggung teatrikal dan tempat pentas bagi peserta. Ada yang menyulapnya menjadi panggung musik dangdut hingga irama keroncong. Ada yang menampilkan seni kentrung Nyi Andhongsari atau tarian jaranan Ki Buyut Kindhir.

Mitos dan legenda buaya putih, meliwis putih (burung belibis) atau nagaraja yang pernah dikalahkan Angling Dharma hingga menjadi tunggangannya turut menjadi tema. Ada pula replika kapal perang, cikar pengangkut hasil bumi atau masjid.

Hidup dari bengawan

Warga Kecamatan Trucuk membuat tiga perahu hias. Kreator perahu hias Madan Purwanto menuturkan, untuk menghias perahu nagaraja dengan tema ”Angling Dharma”, timnya membutuhkan waktu 10 hari, biayanya sebesar Rp 2,8 juta. Replika tank dan meliwis putih menghabiskan dana Rp 4,7 juta.

Warga tidak keberatan. Selama ini, mereka memanfaatkan kekayaan sungai untuk kebutuhan sehari-hari. Warga menambang pasir, mencari ikan, mengairi sawah, hingga membuat bata merah di tepiannya. ”Kini, saatnya kami berkreasi,” kata Madan.

Warga Ledokkulon menyulap perahu menjadi cikar yang mengangkut hasil bumi, seperti pisang, terong, kacang panjang, waluh, dan blewah. Warga rela lembur dua hari dua malam. ”Kami hidup dan mencari nafkah dari sini, kami senang bisa berpartisipasi,” kata Handoyo, seorang warga.

Warga sekitar bantaran menyadari Bengawan Solo telah menjadi sumber kehidupan dan mata pencarian mereka. Melalui Festival Bengawan Solo terselip pesan agar warga turut melestarikan alam dan lingkungan.

”Seluruh elemen masyarakat mempunyai tanggung jawab menjaga sungai. Boleh memanfaatkan sungai dan kekayaan di dalamnya, tetapi jangan merusaknya,” kata Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Bojonegoro Amir Syahid.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com