Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kecil di Rumah Laksamana Maeda

Kompas.com - 24/10/2015, 17:18 WIB
Jonathan Adrian

Penulis

KOMPAS.com - Kisah penyusunan naskah proklamasi dari Rengasdengklok hingga ke rumah Laksamana Maeda mungkin sudah tak asing. Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo menyusun naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda yang sekarang menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Menteng.

Saat itu, naskah ditulis oleh Soekarno langsung, kemudian dibacakan di hadapan 28 orang yang ada di ruang tamu, lalu diketik. Di tengah gambaran besar peristiwa itu, ada beberapa kisah-kisah kecil yang menarik di tengah proses ini.

Tahun dalam naskah proklamasi adalah “05”.

Penulisan tahun 05 dalam naskah sering disalahartikan sebagai pembulatan tahun ‘45’ Indonesia. Padahal bukan. Saat itu, karena diduduki Jepang, Indonesia menggunakan sistem penanggalan Jepang yang dikenal dengan Penanggalan Tahun Kaisar.

Sistem penanggalan ini sama dengan sistem penanggalan masehi, hanya lebih cepat 660 tahun. Angka ini didapat dari tahun Kaisar Jimmu naik tahta (660SM). Jadi 1945 dalam tahun masehi sama dengan 2605 tahun kaisar. Maka jadilah tahun dalam naskah proklamasi tertulis “05”.

“Indonesia pakai sistem penanggalan ini, karena saat itu negara yang punya sistem penanggalan sendiri dipandang negara beradab,” terang Pemandu Jakarta Good Guide, Candha dalam Menteng Walking Tour, Minggu (18/10/2015) silam.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Suasana perumusan naskah proklamasi digambarkan melalui patung lilin tiga tokoh perumus, yaitu Mohammad Hatta, Soekarno, dan Ahmad Subardjo, di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
Naskah asli proklamasi yang ditulis Bung Karno pernah hilang selama 46 tahun.

Pernah lihat naskah proklamasi yang masih berupa tulisan tangan? Naskah ini pernah hilang selama 46 tahun.

Usai menulis naskah proklamasi bersama Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo, Soekarno membacakannya di hadapan 28 orang yang berkumpul di ruang tamu Laksamana Maeda. Naskah kemudian diserahkan ke Mohamad Ibnoe Sajoeti Melik alias Sayuti Melik untuk diketik. Saat itu, Melik ditemani wartawan Boerhanoeddin Mohammad Diah.

Namun usai diketik, Melik meremas naskah asli tulisan Bung Karno dan membuangnya. BM Diah memungut dan menyimpannya. Baru pada tahun 1992, 46 tahun kemudian naskah tersebut dikembalikan ke pemerintah.

“Kalau tidak dipungut wartawan, tidak akan tahu kita naskah asli ini seperti apa,” terang Candha.

BM Diah adalah penyiar Radio Hosokyoku yang merangkap bekerja di Asia Raja. Ia sempat dipenjara sebelum peristiwa Rengasdengklok terjadi.

Naskah Proklamasi sempat akan ditandatangai dua puluh sembilan orang.

Sebelum diketik, Bung Hatta menyarankan naskah proklamasi ditandatangai oleh semua orang yang hadir dalam ruangan itu. Beberapa yang hadir di antaranya Otto Iskandar Dinata, Ki Hajar Dewantara,  R.Soepomo, BM Diah, dan Sukarni Kartodiwirjo. Namun usul itu ditolak Sukarni. Mereka sepakat naskah cukup ditandatangai oleh dua orang: Soekarno dan Hatta.

Kisah-kisah ini diceritakan dalam perjalanan Menteng Walking Tour yang diadakan Jakarta Good Guide, kumpulan pemandu wisata bersertifikat yang ingin memperkenalkan Jakarta di luar mal-malnya. Acara ini bersifat gratis namun terbuka atas donasi.

Tanggal 1 November mendatang, acara serupa akan diadakan di China Town. Jika ingin mendaftar dapat menghubungi media sosial Jakarta Good Guide.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com