Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/11/2015, 18:12 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis


KOMPAS.com
- "Berulang-ulang telah kita kemukakan bahwa sikap kita ialah lebih baik hancur daripada dijajah kembali. Juga sekarang dalam menghadapi ultimatum pihak Inggris kita akan memegang teguh sikap ini. Kita tetap menolak ultimatum itu. Selamat berjuang!"

Kutipan di atas adalah lantang ucap Gubernur Soerjo melalui siaran Radio Republik Indonesia (RRI) pada Sabtu, 10 November 1945. Setelah deklarasi itu, tepat pada pukul enam pagi, pasukan Inggris dan sekutu mulai menggempur Surabaya dari segala arah.

Di darat, sekitar 30.000 tentara bersenjata lengkap siap menyerbu bersama setidaknya 24 tank Sherman. Dari udara, 24 pesawat tempur sekutu terbang menumpahkan ratusan peluru. Dari laut, dua kapal penjelajah dan tiga kapal penghancur siap memburu siapa pun yang lolos.

Pertempuran ini adalah yang pertama semenjak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, juga terbesar karena banyak korban jiwa. Sekitar 15.000 pejuang dan rakyat sipil Indonesia gugur dalam tiga minggu penggempuran. Tidak berlebihan jika tanggal 10 November kemudian dinobatkan sebagai Hari Pahlawan.

Jejak itu

Jejak darah perjuangan mereka masih kental terasa di beberapa sudut kota Surabaya. Jika Anda sedang lewat dan sempat mampir ke kota ini, tempat-tempat berikut bisa dikunjungi untuk menyerap dan menyegarkan kembali semangat juang Anda.

Agung Kurniawan Hotel Majapahit dulunya bernama Hotel Oranje dan diubah jadi Yamato.

Hotel Oranje, salah satunya. Hotel yang beralamat di Jalan Tunjungan 65 Surabaya ini dibangun pertama kali oleh konglomerat hotel asal Armenia, Sarkies bersaudara, pada 1910. Nama Oranje diambil dari keluarga bangsawan Belanda yang berkuasa pada masa itu.

Konon, komedian asal Inggris Charlie Chaplin dan artis cantik asal AS Paulette Goddard pernah menginap di sini. Setelah Jepang berkuasa di Surabaya, nama Hotel Oranje kemudian diubah menjadi Hotel Yamato.

Sekitar tiga minggu sebelum meletusnya pertempuran 10 November, sekelompok orang Belanda mengibarkan bendera negaranya di atas menara hotel. Mereka berusaha menyatakan bahwa Indonesia masih berada di bawah kendali mereka.

Padahal, setelah proklamasi kemerdekaan dibacakan, Presiden Soekarno menyerukan agar bendera merah-putih dikibarkan di seluruh penjuru Nusantara. Tindakan sekelompok orang itu sontak memicu kemarahan warga Surabaya.

Seorang pemuda bernama Kusno naik memanjat menara, menurunkan bendera Belanda, menyobek warna biru pada bendera itu, dan berkibarlah sang merah-putih. Hari itu kemudian dikenal dengan “Insiden Hotel Yamato”. Hotel ini masih berdiri sampai sekarang tetapi namanya berubah menjadi Hotel Majapahit.

Jejak berikutnya adalah bekas Gedung Internatio. Di sekitar gedung ini, di dekat Jembatan Merah, pimpinan tentara Inggris Brigadir Jenderal Aubertin Mallaby diadang pejuang republik. Menurut laporan RC Smith, Mallaby ditembak.

Smith kemudian melempar granat ke arah mereka hingga mobil Mallaby terbakar. Inilah pemicu awal meletusnya pertempuran 10 November 1945. Lokasi penembakan Mallaby berada di sudut tenggara taman di depan Jembatan Merah Plaza dan Internatio.

Jejak lain dari peristiwa 10 November 1945 adalah Viaduct. Ini merupakan jembatan kereta api yang berada di dekat Tugu Pahlawan. Di sini, pejuang Indonesia memberikan perlawanan hebat. Berbekal senapan, pedang, parang, keris, tombak, bambu runcing, atau senjata lain, 100.000 arek Suroboyo maju ke garis depan bersama Tentara Keamanan Rakyat.

Saat itu, dalam tiga hari pertempuran saja, sekutu sudah menguasai separuh kota Surabaya. Selama tiga pekan bertahan, akhirnya pasukan Indonesia terpaksa mundur. Surabaya pun hancur, berubah menjadi kota mati. Gubernur Soerjo pun dengan berat hati ikut mundur, bersama rombongan terakhir saat itu, menyusul 200.000 pengungsi lain.

Menjadi pahlawan modern

"Di hari pahlawan ini mari kita gali kembali nilai-nilai patriotisme dan perjuangan untuk mau rela berkorban demi orang lain," kata Menteri Pendayagunaan Apartur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi saat upacara penaburan bunga di atas kapal perang KRI Banda Aceh 593 yang bertolak dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (10/11/2015).

Namun, kata Yuddy, kini bentuk perjuangan tidaklah harus dengan mengangkat senjata tetapi lewat karya, kerja, dan mau menjadi sosok bermanfaat bagi orang lain. Menjadi pahlawan, ujar dia, berarti mau melakukan pengorbanan untuk keluarga dan lingkungannya. Hal ini sejalan dengan tema perayaan Hari Pahlawan tahun 2015 yang mengusung "Semangat Kepahlawanan adalah Jiwa Ragaku".

Nah, bagaimana dengan Anda? Apa cita-cita yang ingin dicapai berkaitan dengan Hari Pahlawan pada tahun ini?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com