Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memimpikan Pariwisata Jateng yang "Gayeng"

Kompas.com - 18/11/2015, 16:39 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com – Pariwisata yang baik adalah wisata yang berbasiskan masyarakat. Warga pun diajak untuk mengembangkan dan memelihara pariwisata di daerahnya. Begitulah saran Joko Suratno dari Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Jawa Tengah.

Kekayaan obyek wisata di Jawa Tengah (Jateng) sudah mulai dilirik. Destinasinya lengkap, mulai dari wisata alam, budaya, petualangan, hingga wisata religi. Semuanya tidak di satu titik, tetapi tersebar di seluruh kabupaten dan kota.

Para turis domestik maupun mancanegara pun sudah banyak yang mengenal beragam wisata di Jateng itu. Memang yang teramat populer adalah Candi Borobudur, disusul Dieng, Solo dan Karimunjawa.

Tetapi bentangan alam di Jateng tak hanya itu saja, masih banyak “Hawaii” di Jateng yang belum terekspos dengan baik. Pesona tersembunyi ini sudah mulai digandrungi wisatawan.

Wisata pantai yang dibuka masyarakat misalnya terasa cukup gayeng alias mampu memberikan rasa senang bagi para pengunjungnya. Sebut saja di antaranya adalah Pantai Karangjahe dan Pantai Caruban di Rembang, serta Pantai Meganti di Kebumen.

Sementara itu, wisata petualangan dikelola masyarakat berupa Curug Lawe dan Curug Benowo di kaki Gunung Ungaran juga ramai disesaki wisatawan.

Sayangnya, kata Joko, perilaku masyarakat terutama pelaku pariwisata belum baik. Di berbagai tempat wisata, fasilitas seperti restoran, toilet, hingga sarana publik belum tertata dengan baik, kotor, dan banyak yang tidak terawat.

“Jadi kan sayang kayak begitu. Wisatanya bagus, tapi pelayananya buruk,” ujarnya kepada KompasTravel, baru-baru ini.

Obyek wisata yang dikelola pemerintah daerah juga bernasib serupa, karena tak ditangani dengan serius. Potensi gayeng wisata di Jateng sebetulnya sudah dikenal sejak lama, salah satunya wisata religi.

Kepala Dinas Pariwisata Jateng, Prasetyo Ariwibowo mengatakan bahwa selama ini wisata religi hanya lewat saja alias tak termanfaatkan dengan baik. Semestinya, lanjutnya, wisatawan selain menikmati layanan dari pengelola obyek wisata tersebut, juga bisa merasakan pelayanan masyarakat sekitarnya.

“Itu yang belum muncul. Harusnya orang datang selain berziarah bisa menikmati potensi wilayahnya, itu yang perlu dikemas," kata Prasetyo.

Maka, apapun potensinya, sumber daya manusianya harus juga disiapkan. Perilaku pariwisata masyarakat harus dibentuk, didasarkan pada kebutuhan. Sebab, roda pariwisatalah yang mampu bertahan, menyuplai ekonomi tanpa tergantung perekonomian negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com