Kita berada di jembatan Nihonbashi, salah satu ikon penting yang menandai perubahan Tokyo pada zaman Edo. Nihonbashi juga merupakan distrik perdagangan besar di zaman Edo. Itu memang hanya replika Jembatan Nihonbashi yang dipamerkan di Museum Edo-Tokyo, Jembatan itu mengantar pengunjung untuk memasuki atmosfer sebuah periode penting dalam sejarah Jepang, periode Edo (1603-1868).
Dengan bantuan diorama kita bisa membayangkan perahu-perahu kayu melintas di bawah jembatan yang menghubungkan dua wilayah yang dipisahkan sungai. Rumah-rumah kayu beratap sirap berderet di kedua sisi sungai dengan jendela-jendela yang tertutup tirai tipis.
Kemegahan semakin terlihat mencolok di kompleks Istana Honmaru dan Ninomaru yang terletak di dalam kastil Edo pada masa akhir kekuasaan Tokugawa. Dengan luas lantai yang mencapai 37.597 meter persegi, Istana Honmaru yang dibangun sekitar tahun 1845, merupakan bangunan berbahan kayu terluas di zaman Edo.
Di periode itu, Nihonbashi memiliki peran penting sebagai kawasan perdagangan. Keluarga Mitsui menjadi motor penggerak pertama di kawasan ini dengan menjual kimono dari pintu ke pintu, hingga akhirnya mampu mendirikan sebuah pusat dagang yang menampung beragam jenis barang.
Dari situ kawasan Nihonbashi berkembang makin pesat dan menjadi salah satu pilar ekonomi di Tokyo. Beberapa bangunan yang saat ini berdiri di sekitar Jembatan Nihonbashi adalah Bank of Japan yang berarsitektur Eropa dan Tokyo Stock Exchange.
Masyarakat Edo
Museum Edo-Tokyo atau juga dikenal dengan nama Edo Tokyo Hakubutsukan terletak di Distrik Ryogoku, Tokyo. Museum yang dibuka pada Maret 1993 ini bisa dicapai dengan perjalanan kereta api dari Stasiun Ryogoku.
Museum ini terbagi hingga tujuh lantai. Selain ruang pamer juga terdapat ruang audio-visual dan perpustakaan. Jika beruntung, kita dapat menyaksikan pertandingan sumo yang biasa digelar di salah satu ruangan. Sayang, saat rombongan dari Japan Foundation Jakarta berkunjung ke sana November lalu, jadwal pertandingan sedang kosong.
Di lantai bawah, kita dapat menikmati berbagai rekam jejak kehidupan masyarakat pada zaman Edo dengan lebih detail dan disajikan dalam perbandingan skala yang sesuai aslinya.
Pekerjaan ini membutuhkan keahlian dan ketekunan yang luar biasa karena produk yang dihasilkan harus akurat. Edo sashiomono dikenal dengan desainnya yang sederhana, tetapi memiliki struktur kuat. Sampai kini, Edo sashimono menjadi acuan masyarakat Jepang dalam memproduksi berbagai produk kayu.
Ada pula berbagai teknik mencuci ala Jepang seperti araihari, itabari dan shinshibori yang masing-masing digunakan pada jenis kain yang berbeda.
Teknik itabari yang jauh lebih sederhana apabila dibandingkan dengan araihari dan shinshibori, menjadi teknik yang paling banyak dipakai dan populer hingga saat ini. Teknik itabari adalah teknik mencuci menggunakan papan datar yang memiliki permukaan lebar.