Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Steik Berdesis dari New Orleans

Kompas.com - 26/02/2016, 12:48 WIB
”Cesss”.... Sepotong steik seketika berdesis saat diletakkan di piring bersuhu 260 derajat celsius. Daging sapi kualitas tertinggi itu lalu menyatu dengan minyak mentega dan irisan daun peterseli. Desis yang mengantarkan aroma ini serta-merta memancing desahan. Ah...

Tak butuh lama sebelum suapan pertama meluncur memenuhi mulut. Tekstur lembut tenderloin yang dipanggang setengah matang itu membuatnya mudah dilumat.

Sensasi daging yang empuk, hangat, dan bersari (juicy) pun langsung menggerayangi lidah. Maka, menyusullah suapan kedua, ketiga, dan seterusnya.

Hidangan bernama steik filet itu adalah salah satu menu andalan di Ruth’s Chris Steak House. Restoran fine dining asal New Orleans, Amerika Serikat (AS), ini baru membuka cabang pertamanya di Indonesia, tepatnya di lantai dasar Somerset Grand Citra, Kuningan, Jakarta Selatan.

Seperti namanya, steik adalah sajian utama jaringan restoran yang tahun ini genap berusia setengah abad itu. Selain filet dengan berbagai variasinya, ada pula pilihan seperti rib-eye (iga), T-bone, new york strip, dan porterhouse.

Semua steik itu disajikan dalam porsi ”tebal” khas Amerika dengan berat berkisar 230 gram hingga 620 gram. Bahkan, khusus porterhouse yang dirancang untuk dimakan berdua berukuran super jumbo, 1.130 gram!

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Restoran Ruth’s Chris Steak House yang baru dibuka di Jakarta, Kamis (11/2/2016). Steik dan hidangan laut dengan citra rasa khas New Orleans merupakan menu andalan restoran tersebut.
Direktur Kuliner Ruth’s Chris Asia James Young mengatakan, steik yang mereka sajikan selalu menggunakan daging sapi kualitas teratas yang lazim disebut ”US Prime”. Jenisnya terdiri dari Angus, Hereford, dan Shorthorn yang semuanya diimpor dari AS.

Gaya selatan

Selain itu, Ruth’s Chris juga tak menggunakan banyak bumbu, gaya khas mengolah steik ala daerah selatan AS. Karena itu, jangan berharap menemukan saus sambal atau kecap di atas meja.

”Kami ingin setiap tamu merasakan sensasi alami daging seutuhnya,” kata James.

Dalam setiap steik, koki hanya memakai merica dan garam. Steik lalu disajikan dalam piring panas yang berisi minyak mentega dan irisan daun peterseli tadi. Piring panas itu juga berfungsi untuk menjaga kehangatan daging hingga gigitan terakhir.

Kunci cita rasa alami daging tersebut terletak dari cara memanggang dan alat pemanggangnya. Potongan daging dikurung dalam suhu sangat panas yang mendekati 1.000 derajat celsius dengan sebuah pemanggang (broiler) khusus.

Pemanggang itu mampu memanasi merata seluruh permukaan daging secara bersamaan sehingga sari pati atau ”jus” daging terkumpul di bagian inti dalam, tidak merembes keluar.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Hidangan laut sizzlin’ blue crab cakes di Restoran Ruth’s Chris Steak House yang baru dibuka di Jakarta, Kamis (11/2/2016).
Teknik ini amat krusial dalam mempertahankan manisnya sari atau jus daging. Hal itu tidak didapatkan jika memakai pemanggang konvensional yang hanya bisa memanasi satu sisi daging bergantian sehingga menyebabkan sari daging merembes keluar.

Teknik memanggang itulah yang dipakai oleh Ruth Fertel, perempuan pendiri restoran tersebut, sejak 1965 dan terus diterapkan hingga kini. Ruth bahkan disebutkan turut membantu mendesain alat pemanggang khusus tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com