Kepala Bidang Perekonomian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY, Sugeng Purwanto di Gedung DPRD DIY, Jumat (26/2/2016), mengatakan menuju kota wisata terkemuka, DIY telah memiliki modal dasar berupa lingkungan yang khas, keamanan dan kondisi politik yang stabil, karakter masyarakat yang ramah, serta aksesibilitas wilayah yang relatif mudah. (Baca: Air Terjun Kedung Pengilon, Bisa Bercermin di Air Saking Jernihnya)
"Sehingga meski tetap membutuhkan dukungan program tertentu, sebetulnya dengan potensi itu, wisata di Yogyakarta sudah bisa jalan," kata Sugeng dalam Forum Diskusi bertajuk "Jogja Menuju Kota Pariwisata Terkemuka di ASEAN" itu.
Potensi wisata itu, di antaranya seperti perbukitan karst di Gunungkidul, Goa Jomblang, Goa Pindul dan yang takbenda seperti kesenian tari, kemahiran membatik, dan wisata sejarah.
Selain itu, lanjut Sugeng, DIY juga telah memetakan 13 kota pusaka (heritage city) seperti kawasan Malioboro, kawasan Keraton, Kotabaru, Pakualaman, Kotagede, Merapi, Prambanan, Pleret, Imogiri, Parangtritis, Sokoliman, Purba Nglanggeran, dan Pusat Kota Wates.
"Pelebaran akses jalan non-tol, dimaksudkan agar tidak ada pembatas sehingga masyarakat ikut merasakan dampak ekonomi-nya," katanya.
Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Pariwisata Dinas pariwisata DIY Setyawan mengatakan selain destinasi wisata yang sudah ada, eksistensi desa wisata juga akan terus diandalkan menuju kota wisata terkemuka ASEAN.
"Desa wisata merupakan wisata berbasis masyarakat unggulan Yogyakarta," ujarnya.
Peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Univeritas Gadjah Mada (UGM), Destha Titi Raharja mengatakan jika ingin terus diandalkan desa wisata di Yogyakarta harus terus dikelola secara inovatif dan tidak stagnan.
Dengan demikian, destinasi berbasis masyarakat itu mampu menambah lama kunjungan wisata. "Kalau tidak ada inovasi maka akan menimbulkan kejenuhan pasar," katanya.
Destha menilai hingga saat ini desa wisata belum sepenuhnya mampu menahan wisatawan untuk menambah lama tinggalnya di Yogyakarta.
"Sehingga pembangunan desa wisata jangan hanya 'aji mumpung' saja, namun harus dikelola secara berkelanjutan," tambah Destha.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.