Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budaya Cirebon Akan Mampu Bertahan

Kompas.com - 29/03/2016, 16:42 WIB

DI tengah gempuran modernitas, kebudayaan tradisional Cirebon, Jawa Barat, diyakini mampu bertahan bahkan dapat menjadi potensi wisata yang besar. Sejak berabad-abad silam, Cirebon telah menjadi ladang pencampuran berbagai ragam budaya.

”Cirebon sudah terlalu biasa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman,” ujar pemerhati seni budaya Cirebon, Nurdin M Noer, Kamis (24/3/2016) malam, dalam sesi diskusi kegiatan Kirab Budaya Cirebon di Kota Cirebon.

Turut hadir Sultan Keraton Kasepuhan XIV Pangeran Raja Adipati (PRA) Arief Natadiningrat serta General Manager Cirebon Super Blok Mall Gunadi Iksan.

Nurdin mencontohkan keberadaan bangunan Siti Inggil di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Meskipun berasal dari kebudayaan Hindu, bangunan Siti Inggil merupakan bagian dari dua keraton yang menjadi pusat penyebaran agama Islam pada masa silam itu.

Bahkan, di Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Kasepuhan dibangun pintu gerbang menyerupai pura berwarna merah. Tidak tampak benturan budaya ataupun agama.

KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT Halaman Keraton Kasepuhan Cirebon, Rabu (6/7/2011). Keraton didirikan tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II yang merupakan cicit Sunan Gunung Jati. Di dalam keraton juga terdapat museum berisi benda pusaka, lukisan koleksi kerajaan serta kereta singa barong.
Dalam Kitab Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Carbon, yang ditulis sekitar abad ke-17, Cirebon disebut berasal dari kata sarumban, yang berkembang menjadi caruban, yang berarti ’campuran’. Namun, hal itu tidak berarti Cirebon kehilangan kekhasannya.

Salah satu kekhasan yang dimiliki Cirebon, menurut Nurdin, ialah bahasa. Ia mengatakan, bahasa Cirebon bukan bahasa Sunda meskipun lokasi Cirebon berada di Jawa Barat. Bahasa Cirebon juga bukan bahasa Jawa walaupun wilayah Cirebon berdekatan dengan Jawa Tengah.

Kini, di tengah perkembangan zaman, yang ditandai oleh ledakan teknologi digital, pelestarian kebudayaan Cirebon kian mendapat tantangan, sekaligus peluang. Tantangan terasa berat karena generasi milenial dinilai lebih condong mencari hiburan modern ketimbang seni tradisional.

Arief mengatakan, anak muda, bahkan orang dewasa, lebih memilih pergi ke mal ketimbang mengunjungi museum yang memuat sejarah dan kebudayaan daerah. ”Ini perkembangan zaman, tidak bisa ditolak,” ucapnya.

BARRY KUSUMA Kota Cirebon kaya dengan bangunan-bangunan bersejarah.
Di sisi lain, kebudayaan Cirebon merupakan kekayaan tersendiri yang ternyata mampu menyesuaikan diri dengan menjadi potensi wisata.

Wisata religi, misalnya, dapat ditemui di Cirebon, antara lain di Keraton Kasepuhan dan makam Sunan Gunung Jati, salah satu Wali Songo.

”Pengunjung di keraton mencapai 30.000 per bulan, di luar acara Mauludan. Angka ini tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ujar Arief.

Meski kebudayaan Cirebon tampak mampu bertahan, untuk memastikan kelestariannya, tetap diperlukan kerja sama erat antara masyarakat, swasta, dan pemerintah. Penyelenggaraan Kirab Budaya Cirebon merupakan contoh kerja sama yang baik.

KOMPAS.com / FITRI PRAWITASARI Kereta Singabarong di Keraton Kasepuhan, Cirebon
Kirab Budaya Cirebon yang tak lain pameran kebudayaan dan kesenian setempat diadakan di mal, sebuah simbol modernitas.

Selain gamelan dan gerabah Sitiwinangun, sejumlah kesenian, seperti tari topeng dan angklung bungko yang nyaris punah, ditampilkan dalam pembukaan Kirab Budaya Cirebon.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com