MANADO, KOMPAS.com - Sulawesi Utara begitu identik dengan Bunaken. Keindahan bawah air di taman laut nasional itu terlanjur tersohor.
Dari rata-rata 16.000 kunjungan turis per tahun yang menyambangi Sulut, sebagian besar punya satu tujuan: menyelam di Bunaken dan datang ke Manado.
Bahkan di beberapa publikasi international, Sulut dikenal hanya karena penjelasan soal di mana Bunaken berada. Padahal Manado hanyalah kota seluas 1,1 persen dari seluruh wilayah Sulut dengan luas wilayah 13.851 kilometer persegi.
Provinsi ini menjadi tempat hidup tiga etnis besar yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakatnya, serta budaya yang membuat ritme hidup mereka begitu cair. Tak hanya kekayaan alam dan kultur, Sulawesi Utara juga dikenal dengan kekayaan biodiversitas.
Keramahan dan sikap terbuka adalah jamak bagi etnis Minahasa, Sanger dan Bolaang Mongondow. Ketiga etnis yang membuat masyarakat Sulut membuka diri bagi siapapun yang mengunjungi tanah mereka.
Bangsa Spanyol mengikutinya melalui jalur ujung Benua Amerika-Selatan melintasi Samudera Pasifik dan mendarat di Kepulauan Sangir Talaud di Laut Sulawesi. Spanyol kemudian menjadikan Pulau Manado Tua sebagai tempat persinggahan.
Pulau yang diyakini bermulanya Kerajaan Bowontehu yang oleh Nicolaas Graafland (1868), pendeta asal Belanda dalam bukunya De Manadorezen 1868, mencatat kekuasaan Bowontehu hingga ke pulau-pulau di Sangihe, pesisir pantai Minahasa, Bolaang Mongondow, bahkan hingga ke Teluk Tomini di Sulawesi Tengah.
Kekayaan bahari
Kekayaan bahari adalah kekuataan mereka. Sementara etnis Minahasa mendiami wilayah yang tersebar di daratan walau sebagian penduduknya juga tinggal di pesisir. Pertanian adalah topangan hidup mereka.
Sementara Bolaang Mongondow adalah wilayah yang berbatasan dengan Gorontalo, yang mampu memelihara nilai-nilai kultur mereka hingga sekarang. Peranan Kota Manado sejak pendudukan Spanyol menonjol sebagai pusat logistik bahan pangan, terutama komoditi beras yang dihasilkan pedalaman Minahasa.
Kapal-kapal VOC untuk pertama kali memasuki Bandar Manado pada 1607. Mereka membeli beras dan bahan pangan lainnya yang diperlukan sebagai bekal bagi perjalanan menuju daratan China.
Dari kapal-kapal itu pulalah kemudian para misionaris menyebarkan ajaran Protestan yang kelak menjadi agama paling dominan di Sulawesi Utara. Agama Islam mulai dikenal di Manado sejak 1684 saat VOC membawa buruh-buruh untuk mendirikan brikade atau benteng kayu.