Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kendala Kapal Pesiar, dari Infrastruktur hingga Peta Bawah Laut

Kompas.com - 13/05/2016, 15:08 WIB
Icha Rastika

Penulis

BUSAN, KOMPAS.com - Indonesia diakui sebagai negara yang memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi kapal pesiar terbaik di dunia. Wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau, dinilai memiliki daya tarik tersendiri.

Apalagi, masing-masing pulau di Indonesia memiliki keunikan budaya dan kondisi geografis tersendiri yang memberikan pengalaman berbeda kepada wisatawan pesiar, yang berkunjung dari satu lokasi ke lokasi lainnya.

"Indonesia punya potensi destinasi kapal pesiar sangat tinggi, lebih dari negara lain. Mungkin dunia pun bisa, kita bisa jadi berkaliber kelas dunia, yang penting bagaimana me-manage," kata Direktur Utama Cruise Asia Indonesia, Yasa Sediya kepada Icha Rastika dari KompasTravel, di sela-sela acara Seatrade Cruise Asia 2016 di Busan, Korea Selatan, Jumat (13/5/2016).

Kendati demikian, menurut dia, ada sejumlah kendala yang dihadapi pengusaha, terutama pemilik kapal pesiar, dalam mengembangkan bisnis wisata pesiar dengan destinasi Indonesia. Salah satu kendalanya adalah infrastruktur pelabuhan Indonesia yang dinilai kurang memadai.

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN Alat musik tradisional khas Maluku, totobuang dan tifa, dipadukan dengan hadrat dimainkan untuk menghibur wisatawan mancanegara yang datang menggunakan kapal pesiar Artania di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, Maluku, Minggu (28/2/2016). Sejumlah wisatawan kagum dengan kolaborasi musik nuansa Kristiani dan Muslim itu. Perpaduan itu menunjukkan Ambon dan Maluku sudah rukun dan menjadi tempat yang aman bagi wisatawan.
Menurut Yasa, banyak pelabuhan di Indonesia yang tidak memungkinkan bagi kapal pesiar untuk bersandar. Kedalaman kolam pada pelabuhan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan kapal pesiar.

Selain itu, lanjut Yasa, para pemilik kapal terkendala tidak adanya peta bawah laut elektronik yang tersistem dalam navigasi internasional.

Menurut dia, peta bawah laut elektronik yang tersistem dalam navigasi internasional inilah yang menjadi patokan kapal-kapal pesiar.

"Makanya beberapa kapal ada yang mau masuk kalau dikasih peta manual, tetapi sebagian besar punya standar operasional sendiri. Kalau tidak ada peta bawah laut elektronik tersistem dalam navigasi internasional yang menyatakan tempatnya clear, kedalamannya pasti, mereka enggak mau masuk," tutur Yasa.

Ia menceritakan, belum lama ini ada kapal pesiar yang batal menurunkan wisatawan di Benoa, Bali, karena ombak yang besar. Besarnya ombak dinilai berisiko untuk membawa penumpang dengan kapal-kapal kecil ke pelabuhan.

ARSIP PELABUHAN BENOA Sebuah kapal pesiar di Pelabuhan Benoa, Denpasar, Bali. Pelindo III sebagai pengelola Pelabuhan Benoa berencana kembangkan pelabuhan marina di dalam kawasan Pelabuhan Benoa.
Sedianya, kata Yasa, kapal tersebut tidak perlu membawa penumpang dengan kapal-kapal kecil hingga pelabuhan. Kapal itu sebenarnya bisa bersandar di Pelabuhan Benoa kemudian menurunkan penumpangnya.

Namun, lanjut Yasa, kapal tersebut enggan menepi karena tidak ada kepastian mengenai keamanan Benoa dalam peta bawah laut elektronik yang tersistem ke navigasi internasional.

"Sebenarnya kalau dipaksa, bisa masuk nempel di pelabuhan, tetapi karena tidak ter-upload dalam sistem navigasi internasional, mereka enggak mau menepi. Kalau misalnya ada di sistem navigasi internasional, sudah tidak ada keraguan lagi untuk menepi," ujar dia.

Biaya tinggi

Yasa juga mengungkapkan bahwa pemilik kapal pesiar cenderung mengeluhkan biaya tinggi yang harus dikeluarkan setiap kali kapal bersandar.  Selain biaya yang tinggi, belum ada standarisasi biaya yang dipatok untuk setiap pelabuhan.

Menurut dia, biaya yang dikeluarkan untuk kapal bersandar di satu pelabuhan dengan pelabuhan lainnya berbeda. Terkadang perbedaannya cukup tinggi.

KOMPAS/HERPIN DEWANTO PUTRO Cak dan Ning Kota Surabaya menyambut turis yang melintasi garbarata (jembatan penghubung kapal dan terminal) saat turun dari kapal pesiar MV Seabourn Odyssey yang singgah di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (29/11/2014).
"Kapal A datang ke pelabuhan, misalnya Semarang, total yang mereka bayarkan ke Semarang berapa, Benoa berapa, di satu pelabuhan ke pelabuhan lainya bedanya jauh. Standardisasinya belum jelas, dan masih dianggap terlalu mahal dibandingkan negara tetangga seperti Singapura yang infrastrukturnya sudah memadai, tetapi lebih murah," tutur Yasa.

Ia pun berharap kendala-kendala tersebut bisa segera diselesaikan. Apalagi, tambah Yasa, ketertarikan wisatawan terhadap destinasi bahari di Indonesia cukup tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com