Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ritus Bali dalam Gedoran Industri

Kompas.com - 16/05/2016, 20:08 WIB

BALI selalu memiliki jalan pulang menuju kesejatiannya. Industri pariwisata yang mengomodifikasi seni ritual tidak asal ditolak. Tradisi secara lentur mencari bentuk baru tanpa kehilangan asal-usul. Oleh sebab itu, seni ritus bisa berdampingan dengan seni komersial.

Sejak buku Gregor Krause, Bali 1912, diterbitkan pertama kali di Eropa pada 1920, Bali mendunia. Babak berikutnya, tradisi dan ritual disesap industri pariwisata dan kian terkomodifikasi.

Namun, Bali tak pernah menyerah, ritus-ritus di pura tanpa pernah kehilangan makna, tetap menjadi energi pulau ini. Para penari selalu menjalani laku ngayah, mempersembahkan tarian terbaik ke hadapan para dewata.

Lautan manusia berbaju putih memusar di Pura Samuan Tiga, Minggu (24/4/2016). Pura bersejarah di Desa Pakraman Bedulu, Blahbatuh, Gianyar, itu melanjutkan prosesi panjang upacara Panca Wali Krama Kahyangan Jagad Pura Samuan Tiga.

Ribuan manusia—tua-muda, lelaki-perempuan—berlarian menyibak jubelan pengunjung pura sambil saling bergenggaman tangan—menjadi rantai manusia membelah yang kerumunan. Para perempuan mengawali gelombang rantai manusia itu.

Mereka semuanya berkebaya putih bersih dan memakai bawahan kain berwarna hitam—terayun maju dan mundur, sesekali menyenggol para pengunjung pura yang duduk rapat di antara Bale Pegat dan Bale Pawiyosan di halaman utama pura.

KOMPAS/RIZA FATHONI Penari membawakan tarian Legong Kupu-kupu di kompleks Pura Kahyangan Samuan Tiga, Bedulu, Bali, beriringan dengan rangkaian ritual Piodalan Tawur Panca Wali Krama, Minggu (24/4/2016).
Para lelaki di rantai manusia yang sama menjadi gelombang lebih bertenaga, benar-benar menubruk pengunjung yang lengah, bahkan menerjang anak tangga bale.

Gelombang rantai manusia itu begitu tak terduganya, hingga pegangan tangan mereka kerap terlepas putus. Gamelan Bali di beberapa bale ditabuh makin cepat, termasuk seperangkat gamelan di Bale Gong yang disakralkan.

Belasan kali rantai manusia itu berputar-putar di halaman utama Pura Samuan Tiga, membangun getaran energinya.

Ketika rantai manusia itu terputus pecah, beberapa manusianya menari dengan mata terpejam seperti mengalami trans. Yang lain berlarian saling melempar bunga-bunga sesaji. Syair suci terlantun, membuncahkan energi upacara Ida Bathara Budal, Pangeremekin Karya.

Sang Dewi

Buncahan energi ombak-ombakan rantai manusia di mandala Pura Samuan Tiga itu melingkupi pelataran wantilan, bagian luar dari kompleks pura yang berjarak sekitar 100 meteran dari halaman utama. Di sana, I Gusti Putu Davina Ayuratih duduk diam, meresapi sebatang dupa ditancapkan di mahkotanya.

Wajah lelah Ratih karena menunggu gilirannya menari telah berganti menjadi raut muka tegang. Dupa telah tertancap, tiba waktunya ia ngayah atau mempersembahkan diri bagi upacara Ida Bathara Budal, Pangeremekin di Pura Samuan Tiga.

Bersama puluhan gadis Desa Bedulu lainnya, Ratih akan ngayah dengan kepiawaiannya menarikan Legong Kupu-kupu.

KOMPAS/RIZA FATHONI Penari membawakan tarian Legong Kupu-kupu di kompleks Pura Kahyangan Samuan Tiga, Bedulu, Bali, beriringan dengan rangkaian ritual Piodalan Tawur Panca Wali Krama, Minggu (24/4/2016).
”Ngayah dengan menari di halaman wantilan pura memang bukan tarian ritual yang ditarikan di halaman utama pura,” ujar maestro tari Bali Bulantrisna Djelantik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com