Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Menembus Hutan Kopi

Kompas.com - 30/05/2016, 19:55 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

Toraja Hari Ketiga

Ini hari ketiga kami di Toraja. Penanggalan menunjuk angka 28 April 2016. Sisa-sisa capek masih terasa di betis setelah kemarin berjalan selama lima jam dengan medan yang licin penuh lumpur. Maka tak heran jika celana dan sepatu kami juga belepotan penuh lumpur.

Hari ini kami berencana pergi ke perkebunan kopi Sulotco yang terletak di Bittuang, tepatnya di Bolokan, Kabupaten Tana Toraja. Bolokan artinya ingusan. Sebab tiap datang kemari selalu ingusan lantaran tempat ini berada di ketinggian lebih dari 1.500 meter di atas permukaan laut.

Melewati jalan berkelok dan mendaki, salah satu mobil dalam rombongan kami mengalami gangguan mesin. Jadilah kami harus berimpitan dan sebagian duduk di bak belakang.

Saat mulai memasuki hutan kopi, saya teringat Bupati Toraja Utara Kalatiku yang bercerita, bahwa Kopi Toraja sebetulnya sudah dikenal sejak lama. Kopi di Toraja ada yang disebut tipika, kopi asli Toraja. "Pohonnya bisa dipeluk dua orang. Kopi ini aromanya lain. Tapi sekarang termarjinalkan. Tipika toraja lima tahun baru berbuah. Tetapi ahli kopi menjamin bisa mempercepat keluarnya buah," tutur Bupati Kalatiku.

Angin dingin mulai menyergap kulit kami. Jalan berbatu membuat goncangan mobil kian terasa. Setelah melintas sekira satu jam, kami pun sampai di Perkebunan Sulotco dan disambut oleh pimpinan dan staf perkebunan. Hari belum kelewat siang, itulah soalnya setelah mendengar kisah tentang perkebunan ini, kami segera berkeliling kebun.

Dari Pimpinan kebun kopi PT Sulotco, Samuel Karundeng, kami pun beroleh cerita riwayat perkebunan Sulotco.  Awalnya, perkebunan ini milik seorang Belanda bernama H.J. Stock van Dykk yang dimakamkan di Rantepao. Pernah dikuasai Jepang saat bangsa Matahari Terbit itu menjajah Indonesia, kemudian menjadi milik negara dan selanjutnya dikelola oleh PT. Sulotco Jaya Abadi yang berkantor di Surabaya.

Pembukaan lahan perkebunan dimulai tanggal 7 Maret 1987 dengan luas lahan operasi seluruhnya 1.199,364 Ha dengan status hak guna usaha (HGU) berlaku selama 30 tahun yang dapat diperpanjang. Dari luas lahan tersebut, 800 ha untuk tanaman kopi, 200 dijadikan hutan konservasi, dan sisanya untuk cadangan.

Perkebunan ini memiliki visi akan mengembangkan dan meningkatkan produksi kopi Arabica Spesialty Toraja di pasaran dunia melalui kegiatan ekspor.

Seiring dengan meningkatnya permintaan akan kopi luwak, maka Sulotco kini juga menyediakan lahan seluas 2 ha yang digunakan untuk memproduksi kopi luwak yang dihasilkan dari 250 ekor luwak atau musang yang dilepas di kebun yang dipagar tersebut.

“Sejak tahun 2009 lalu, kami mulai merintis pembuatan kopi luwak di Toraja. Saat ini, kopi luwak Toraja yang kami buat sudah memiliki pangsa pasar yang tetap,” ujar Samuel Karundeng.

Dia mengatakan, dalam membuat kopi luwak, pihaknya menggunakan biji kopi arabika yang merupakan jenis kopi unggulan daerah Toraja yang sudah terkenal hingga ke mancanegara. Dalam sehari, PT Sulotco bisa memproduksi kopi luwak arabika Toraja rata-rata 50 gram.

“Proses pengolahan kopi luwak tidak sesederhana dengan pengolahan kopi biasa karena butuh waktu yang cukup panjang,” ujarnya.

Samuel menambahkan, pihaknya sedang menjajaki kerja sama dengan pemerintah kabupaten (Pemkab) Tana Toraja dalam mengembangkan kopi luwak arabika di Toraja. Kerjasama tersebut dalam bentuk pemberdayaan kelompok-kelompok tani untuk mengolah kopi luwak untuk menambah pendapatan keluarga.

Dirinya optimistis, kopi luwak arabika Toraja memiliki pasar yang sangat bagus sehingga tidak sulit untuk dipasarkan. Dalam mengolah kopi luwak arabika, pihaknya juga mengutamakan mutu dan kualitas kopi. Kopi arabika Toraja yang memiliki aroma yang sangat unik akan semakin baik jika dipermentasikan dengan luwak sehingga memiliki nilai tambah.

Perkebunan ini berada di dua kabupaten, Tana Toraja dan Toraja Utara. Seluas 800 ha berada di Toraja Utara dan berada di 3 kecamatan dan 5 lembang (desa). Sisanya berada di Tana Toraja. Memperkerjakan 400 karyawan; sebanyak 80 persen tinggal di kebun, dan selebihnya meninggali rumah pribadi. Mereka sebanyak 210 orang, yang semula karyawan, kemudian dijadikan mitra perusahaan sejak 2009. Masing-masing orang mendapat lahan garapan seluas 2 ha. Menurut Pimpinan kebun kopi PT Sulotco, Samuel Karundeng, bagi mereka yang rajin, setiap tahun bisa menyisihkan uang sebanyak Rp50 juta.

Hujan deras mencegat kami saat puas berkeliling kebun. Jalanan licin memaksa mobil yang kami tumpangi untuk lebih berhati-hati. Setelah mengitari kebun, kami sampai kembali di kantor kebun. Pak Samuel dan staf sudah menyambut kami dengan makan siang yang menggugah selera.

Hujan kini tinggal gerimis. Makan siang di meja telah tandas, staf Pak Samuel menyempurnakannya dengan secangkir kopi luwak Toraja yang harum dan menyegarkan. Hmmm... glk glk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com