Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekelumit Kisah Berpuasa di Hongkong

Kompas.com - 22/06/2016, 05:10 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

HONGKONG, KOMPAS.com - Sampai umur 25 tahun, berpuasa adalah hal yang lazim saya jalani seperti umat Muslim yang ada di belahan dunia lainnya. Bangun pada dini hari, menyantap sahur bersama keluarga, beraktivitas, berbuka puasa, dan salat tarawih adalah urutan kegiatan yang biasa dilakoni. Namun, tahun ini saya merasakan pengalaman yang berbeda.

Rabu (15/6/2016) hingga Senin (20/6/2016), saya pergi ke Hongkong untuk meliput kegiatan Direct Promotion di Amoy Garden Plaza yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata. Empat hari lamanya berpuasa di negeri orang yang belum pernah saya jamah.

Seorang rekan yang pergi bersama saya, sebut saja dia Intan, mengatakan tak perlu berpuasa sekiranya bergiat di Hongkong karena bisa dianggap sedang bepergian jauh. Namun, saya mencoba untuk merasakan rasanya menjalani bulan Ramadan di luar negeri.

Sejak hari pertama tiba di Hongkong, cuaca tampak terasa gerah walaupun sudah menjelang malam hari. Rekan yang dari Kementerian Pariwisata, Dipo mengatakan, cuaca di Hongkong saat ini telah memasuki musim panas dan terasa lebih lembab.

KOMPAS.com / WAHYU ADITYO PRODJO Umat muslim di Hongkong di Kowloon Mosque & Islamic Center usai salat Jumat (17/6/2016). Muslim di Hongkong banyak berasal dari daerah Asia Selatan seperti Pakistan, Bangladesh, India, dan juga Indonesia di Asia Tenggara.
"Bulan lalu pas ke sini masih terasa dingin. Sekarang lembab gak ada angin," jelasnya.

Memang, hari kedua di Hongkong saat saya jalani ibadah puasa, benar rasa gerah melumuri tubuh. Peluh terus bercucuran akibat suhu yang berkisar 35 derajat celcius. Angin seperti enggan menyapa tubuh manusia yang berlalu lalang di Nathan Road, Kowloon maupun di daerah Causeway Bay, Hongkong Mainland.

Imbasnya, warga Hongkong mengakalinya dengan menggunakan pakaian yang minim. Pemandangan seperti celana hotpants dan tanktop untuk perempuan serta kaus lengan buntung untuk laki-laki tak luput dari pandangan mata. Warga-warga juga banyak mengenakan baju transparan kerap menghiasi sudut-sudut kota.

Sebagai negara yang tak didominasi umat Muslim seperti Indonesia, makan dan minum sambil berjalan kaki biasa dilakukan oleh warga Hongkong. Meskipun demikian, Hongkong juga menjadi tempat pertemuan antara budaya barat dan timur.

Di Hongkong juga dihuni oleh warga dari negara-negara Asia Selatan seperti Pakistan, Bangladesh, India, dan juga tentunya Indonesia sebagai penyumbang tenaga kerja.

KOMPAS.com / WAHYU ADITYO PRODJO Warga negara Indonesia berbuka puasa bersama di kantor Dompet Dhuafa cabang Hongkong di Causeway Bay, Hongkong, Minggu (17/6/2016). Warga negara Indonesia di Hongkong banyak menjadi pekerja di penjuru kota.
Waktu imsak di Hongkong tiba pada pukul 04.14 waktu setempat. Tak ada azan subuh yang biasa berkumandang mengingatkan umat Muslim untuk segera melakukan salat. Sementara, waktu berbuka datang pada pukul 07.14 atau satu jam lebih lama jika dibandingkan di Indonesia.

Jangan harap ada makanan dan minuman seperti tempe, tahu, bakwan goreng atau kolak pisang hingga es campur pelepas dahaga yang bisa ditemui seperti di Indonesia jika berada di Hongkong kecuali di tempat warga-warga Indonesia seperti di Causeway Bay.

Rasa rindu makanan Indonesia dan berbuka bersama keluarga langsung menyergap jiwa begitu aplikasi smartphone yang saya instal mengingatkan waktu magrib telah datang.

Sekali waktu, saya pergi ke lembaga yang bergerak di bidang kemanusiaan, Dompet Dhuafa di Hongkong untuk berbuka bersama warga negara Indonesia yang tinggal di Hongkong. Gorengan, es kolak, hingga sup ayam ditambah sambal serta krupuk bisa saya santap. Cukup untuk mengobati rasa kangen dengan Indonesia.

Manajer Operational Dompet Dhuafa di Hongkong, Arief Aditya mengatakan warga negara Indonesia yang berbuka di Dompet Dhuafa merupakan volunteer yang bergabung bersama Dompet Dhuafa. Biasanya, setiap minggu, waktu libur WNI yang bekerja di Hongkong, menyempatkan untuk bergiat bersama dompet dhuafa.

KOMPAS.com / WAHYU ADITYO PRODJO Suasana transportasi Mass Transit Railway (MTR) Hongkong, Kamis (16/6/2016). Moda transportasi MTR menghubungkan daerah-daerah di Hongkong melalui jalur di atas permukaan laut hingga di bawah permukaan laut.
"Mereka di sini membantu Dompet Dhuafa untuk membantu mengumpulkan zakat untuk disalurkan. Ada kegiatan-kegiatan lain juga," kata laki-laki yang pernah menjabat Ketua Lembaga Salam Universitas Indonesia itu.

Tak hanya itu, saya juga menyempatkan untuk mencoba beribadah di Kowloon Mosque & Islamic Center di Nathan Road, Tsim Tsa Tsui, Hongkong. Semua umat Muslim dari penjuru dunia berkumpul dalam naungan kubah masjid untuk menghadap Sang Pencipta.

Pengalaman berpuasa di negeri yang berminoritas Muslim ini mengasah kemampuan mengendalikan hawa nafsu. Semua yang biasa dijumpai di Indonesia, harus sejenak dilupakan dan beradaptasi dengan budaya setempat yakni di Hongkong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com