SENTANI, KOMPAS.com - Jika sempat datang ke Festival Danau Sentani (FDS) 2016 di Kabupaten Jayapura, Papua, sempatkanlah berjalan di sekitar dermaga dan mencari Thomas Maay.
Mata harus sedikit awas dan teliti mencari Pace satu ini, karena lapaknya tidak selebar lapak mama-mama Papua yang berjualan noken dan gelang khas papua.
Lapak Thomas hanya seluas 1 x 1 meter atau hanya selebar badannya saja, tanpa alas dan Thomas seringkali menunduk dan acuh dengan pengunjung FDS yang berlalu lalang.
Bukan karena dia tidak ingin menyapa, tapi karena dia sibuk dengan pekerjaan tangannya yaitu mengukir tulisan indah di atas media kertas foto yang terbakar.
Sambil mengukir dia mulai bercerita bagaimana dia belajar mengukir dengan media kertas foto terbakar ini.
"Saya dulu kan ikut Sekolah Minggu, suatu waktu pada 1993 ada camp anak sekolah minggu dan salah satu kegiatannya adalah membuat karya tulis indah di atas kertas foto terbakar. Saya memang sudah bisa menulis indah, tapi membuat karya seperti ini baru saya pelajari, saya tertarik dan dalami," kata Thomas, Senin (20/6/2016).
Kertas foto yang terbakar dia dapatkan dari studio foto. Dia harus membayar Rp 50.000 untuk mendapatkan amplop coklat ukuran kuarto berisikan setumpuk kertas foto terbakar di dalamnya.
Tangannya lincah tanpa keraguan menggores, sekejap bentuk salib dan burung cenderawasih sudah selesai dia buat.
"Saya mulai menjual karya saya sejak 2001, biasanya saya duduk di depan pagar SD, SMP, hingga di depan kampus. Untuk ukiran kecil saya kasih harga Rp. 5.000, kalo yang dibingkai dan agak besar bisa sampai Rp 200 ribu," kata Thomas.
Keramahan Papua
Ukiran pesanan KompasTravel sudah lama selesai, tapi cerita terus mengalir dari mulut Thomas. Mulai dari impiannya menjadi seniman, hingga tentang pekerjaannya sebagai cleaning service di sebuah institut seni di Papua.
Namun masyarakat Papua sadar bahwa keanekaragam budaya, keindahan alam tidak ada apa-apanya tanpa keramahan untuk menyambut tamu atau wisatawan.