Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyusuri "Si Hitam" yang Misterius di Tengah Kalimantan

Kompas.com - 29/07/2016, 09:14 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

PALANGKARAYA, KOMPAS.com - Dengan cekatan, Abdullah mengarahkan mesin speedboat melintasi Sungai Koran. Air sungai yang berwarna hitam pekat tampak tenang, sama sekali tak beriak.

Selasa (26/7/2016). Waktu menunjukkan pukul 13.00 WIB saat speedboat berangkat dari dermaga Desa Kereng Bangkirai, Kalimantan Tengah. Letak desa ini tak jauh dari Kota Palangkaraya, hanya sekitar 15 menit perjalanan darat ke arah Banjarmasin.

Desa Kereng Bangkirai adalah gerbang masuk utama menuju Taman Nasional Sebangau. Secara administratif, TN ini masuk dalam tiga wilayah yakni Kota Palangkaraya, Kabupaten Katingan, dan Kabupaten Pulang Pisau. Dengan luas total 568.700 hektar, TN Sebangau memiliki banyak spot yang potensial untuk riset dan wisata.

Sungai Koran adalah lokasi ekowisata terdekat dan paling mudah diakses dari kota. Tak sampai lima menit perjalanan speedboat, saya merasa berada di tengah belantara Kalimantan. Air Sungai Koran yang berwarna hitam tampak sangat misterius. Tak terlihat apa pun di bawah permukaan sungai tersebut.

"Sungai ini berwarna hitam karena kandungan tannin yang tinggi," Abdullah menjelaskan sambil mengarahkan speedboat di tengah labirin rasau.

Rasau adalah jenis tumbuhan pandan dengan daun dan batang yang berduri tajam. Tumbuhan ini mendominasi area Sungai Koran di TN Sebangau. Saat melewati "labirin" rasau, tak jarang pengunjung harus menunduk atau melindungi wajah agar tidak tergores durinya yang tajam.

Kandungan tannin dalam sungai ini dihasilkan oleh gambut yang berada di bagian bawah sungai. Sebelum didaulat menjadi Taman Nasional pada 2004, Sebangau merupakan hutan produksi yang dikelola beberapa HPH. Pembalakan liar pun merajalela usai berakhirnya izin HPH di kawasan tersebut.

"Batang-batang kayu raksasa bertumpuk di bawah sana," tutur Abdullah sambil menunjuk ke dasar sungai.

Masuk ke area Sungai Koran seperti berada dalam galeri seni alam. Batang-batang kayu bekas kebakaran hutan, terakhir terjadi pada 2015, tampak "mematung" di tengah aliran sungai berwarna hitam. Kedalaman Sungai Koran sekitar 6-15 meter, dengan kedalaman gambut berkisar 1-17 meter.

KOMPAS.COM/SRI ANINDIATI NURSASTRI Masuk ke area Sungai Koran seperti berada dalam galeri seni alam. Batang-batang kayu bekas kebakaran hutan, terakhir terjadi pada 2015, tampak "mematung" di tengah aliran sungai berwarna hitam.

Meski letaknya tak jauh dari Kota Palangkaraya, di sini pengunjung bisa melihat satwa liar secara langsung. TN Sebangau menjadi habitat beberapa satwa seperti orangutan, bekantan, owa-owa, beruang madu, burung rangkong, monyet ekor panjang, juga 182 jenis burung dan 54 spesies ular.

"Ular viper dan sanca paling banyak ditemukan. Ada pula ikan endemik di sini, namanya toman. Bentuknya bagus, bisa jadi ikan hias. Bisa juga untuk dikonsumsi," tambah Abdullah. 

Speedboat melaju lebih dalam, melewati lebih banyak labirin rasau, menuju Pos Jaga Sungai Koran yang juga berfungsi sebagai guesthouse. Pos Jaga ini merupakan tempat patroli untuk petugas taman nasional, sekaligus tempat istirahat bagi pengunjung. Ada dua bangunan utama, dengan satu menara pandang untuk melihat pemandangan dari ketinggian.

"Biasanya pada sore hari, monyet, bekantan, atau orangutan bergelantungan di pepohonan belakang sana," tutur Ferry, salah satu petugas TN Sebangau yang juga ikut bersama rombongan.

Pos Jaga Sungai Koran adalah spot tepat untuk bersantai. Dibangun pada akhir 2015, pos ini punya gazebo besar untuk duduk-duduk dan menyeruput kopi. Pengunjung bahkan bisa berenang langsung di depan Pos Jaga, seperti yang dilakukan Ferry dan Abdullah.

KOMPAS.COM/SRI ANINDIATI NURSASTRI Pos Jaga Sungai Koran di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah.
"Turis asing suka sekali berenang di sini. Mereka tahan berenang satu jam atau lebih, padahal airnya cukup dingin," terang Abdullah.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com