Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sishlik dan Yogurt di Teheran

Kompas.com - 05/09/2016, 15:03 WIB

CARA paling cepat mengenali kehidupan suatu tempat adalah melalui makanannya. Karena itu, sesaat sampai di Teheran, Iran, Minggu (7/8/2016), reaksi pertama adalah mencoba makanan setempat, setidaknya yang dianggap mewakili makanan asli.

Beruntung kami ditemani staf lokal Kedutaan Besar Indonesia di Iran. Dia langsung mengajak kami ke Moby Dick yang berada di daerah perkantoran, di tengah kota. Ternyata ini restoran cepat saji yang populer, terlihat dari antrean pembeli dan meja-meja yang hampir semua terisi.

Kebingungan menyergap ketika melihat deretan makanan di rak-rak. Apalagi di belakang mengantre pengunjung yang ingin segera makan siang.

Nasi ada bermacam jenis: putih, kuning, dan yang berwarna kehijauan oleh daun yang diiris halus. Pilihan jatuh pada nasi kuning yang mengingatkan pada rasa gurih santan nasi kuning di rumah.

KOMPAS/NINUK MARDIANA PAMBUDY Sishlik (sate) domba di Restoran Mashhad Shandiz, Teheran, Iran, menggunakan tusuk sate besi sepanjang sekitar 60 sentimeter.
Yang datang di piring adalah nasi putih ditutup nasi kuning dan ditaburi buah-buah kecil merah yang setengah dikeringkan. Tumbuh harapan mendapatkan rasa manis dari buah-buah merah tersebut, seperti kismis yang sering dicampurkan pada nasi dari masakan ala Lebanon.

Setelah nasi, kebingungan berlanjut saat melihat yogurt di mangkuk-mangkuk sup. Lalu ada buah zaitun yang diacar serta salad dari potongan timun, tomat dan irisan daun herba. Saya menghindar dari daging domba cincang panggang dan memilih salmon.

Kini tiba saat santap. Sambil menunggu datangnya ikan yang baru dipanggang saat dipesan, saya mencicipi nasi kuning. Alih-alih mendapat rasa manis-gurih, rasa masam yang terasa saat mengigigt buah merah.

Buah merah atau barberi, belakangan saya tahu, ada di berbagai macam makanan. Baru kemudian juga saya tahu orang Iran suka rasa masam. Itu muncul dalam bentuk susu asam alias yogurt, salad, jeruk nipis dan lemon, serta acar.

KOMPAS/NINUK MARDIANA PAMBUDY Kaki bawah domba yang dimasak lambat untuk membuat daging lembut dan bumbu meresap menjadi andalan rumah makan Mashhad Shandiz, Teheran, Iran.
Ketika masakan salmon datang, saya tidak terlalu antusias. Ikan tersebut dipanggang terlalu kering sehingga kehilangan kelembaban dari lemak salmon yang seharusnya membuat ikan itu terasa lembut di mulut. Kali ini, rasa asam disajikan melalui saus mosterd dan acar timun.

”Sishlik”

Yang selalu ada setiap kali memasan makan lokal adalah tomat dan timun (segar atau dipanggang), daun selada, acar zaitun hijau dan hitam, yogurt, jeruk nipis, kacang-kacangan, wortel serut, selada letus, keju, nasi dari beras yang ditanam di utara Iran, dan roti gandum bulat lebar tipis yang disebut san-gak.

Nasi adalah makanan penting di Teheran. Bulirnya panjang-panjang dan berbau harum, seperti beras basmati dari India. Seperti disebutkan, nasi disajikan dalam beragam tampilan.

Khusus nasi kuning, pewarnanya adalah safron, berasal dari benang putik bunga Crocus sativus yang dikeringkan. Pengetahuan pertama saya tentang safron justru dari buku tekstil karena safron juga digunakan untuk pewarna kuning pada tekstil. Harganya sangat mahal. Jadi, sebagai pengganti, dapat menggunakan kunyit, sama seperti nasi kuning kita.

KOMPAS/NINUK MARDIANA PAMBUDY Suasana makan siang di Restoran Mashhad Shandiz di bagian utara Teheran, Iran,menjadi favorit warga setempat orang asing karena shishlik (sate) dombanya.
Dalam sajian prasmanan, ikan, ayam, domba, atau sapi selalu ada. Biasanya dipanggang dan dimasak tanpa bumbu menonjol. Daging direndam lebih dulu dalam air yang diberi safron, minyak zaitun, dan bawang sebelum dipanggang.

Dengan bumbu yang lembut, rasa daging domba atau sapi menjadi menonjol. Tetapi, semua itu tergantung dari cara memanggang yang tepat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com