Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pecalang Segara, Penjaga Pesisir Utara Bali

Kompas.com - 04/10/2016, 14:03 WIB

NELAYAN mengambil ikan secara paksa tanpa menghiraukan terumbu karang. Mereka menjual ikan tanpa memikirkan kelestariannya. Itu nelayan Pantai Pemuteran, Kabupaten Buleleng, Bali, 26 tahun lalu. Kini, mereka sadar lingkungan dan beberapa generasi mereka menjadi pecalang segara, menjaga bawah laut pesisir utara Bali.

Pecalang di Pulau Bali adalah warga yang mendapatkan tugas menjaga dan membantu mengatur kegiatan, baik terkait upacara agama maupun adat. Setiap banjar (setara rukun warga) memiliki sejumlah pecalang dan biasanya mengenakan baju adat dengan identitas poleng atau putih-hitam.

Polisi lalu lintas terbantu dengan adanya pecalang jika kegiatan keagamaan dan adat harus menggunakan sebagian ruas jalan. Para pecalang ini memberikan bantuan informasi jalur-jalur alternatif ketika penutupan jalan terjadi.

Itu salah satu contoh peran pecalang di daratan. Di Pemuteran, desa yang berjarak sekitar 120 kilometer dari Denpasar, menamai pecalangnya dengan pecalang segara (laut) dan ini pertama ada di Bali. Pecalang laut menjaga pantai, laut, dan kehidupan bawah laut.

”Pecalang laut tak harus bisa berenang, tetapi kebetulan semua bisa berenang. Selama 26 tahun ini kami membangun kepercayaan warga sendiri pentingnya menjaga lingkungan. Beberapa warga sempat pesimistis dan mempertanyakan apa pentingnya kami ada,” kata Ketua Pecalang Segara Desa Pemuteran Made Gunaksa di Pantai Pemuteran, Juli lalu.

Seiring berjalannya waktu, lanjutnya, warga dan nelayan setempat mulai memahami arti penting menjaga alam. Pecalang ini tak hanya menjaga laut dari ancaman nelayan liar, tetapi juga menanam serta merawat terumbu karang dan membersihkan sampah.

Ini berawal dari ajakan I Gusti Agung Prana, warga Denpasar, pemerhati pariwisata berbasis lingkungan, agar masyarakat Pemuteran berani membangun perekonomian sendiri. Prana datang empat tahun sebelum kelahiran pecalang segara.

Ia melihat Pemuteran bagai mutiara tersembunyi karena pantainya seperti teluk berlatar pegunungan. Ombaknya yang landai di pasir hitam sepanjang 6 kilometer membuat nyaman wisatawan yang datang.

Tak hanya bicara, Prana mengawalinya dengan membangun Yayasan Karang Lestari serta pondok wisata dan berupaya menarik wisatawan asing singgah.

Lambat laun turis asing berdatangan. Ia juga mendatangkan pelatihan penanaman terumbu karang hingga pelatih pencinta alam dan manajemen pariwisata bagi masyarakat setempat. Pelatihan itu gratis.

Bahkan, dua peneliti asing juga berbagi pengetahuan konservasi terumbu karang dengan teknologi biorock. Hasilnya, Pemuteran dinilai paling berhasil dalam konservasi terumbu karang. Teknologi mempercepat pertumbuhan terumbu karang dibantu aliran listrik rendah yang bersumber dari tenaga surya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com