Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerajinan Besi Putih Morotai

Kompas.com - 23/10/2016, 16:03 WIB

LAMA menjadi ujung tombak kreativitas masyarakat Pulau Moratai tidak mudah bagi perajin besi putih mempertahankan keahliannya. Lewat kreasi dan kreativitas tanpa henti, mereka berharap kerajinan besi putih memberikan masa depan lebih terang.

Keringat yang keluar dari sela rambut tidak menghalangi Iqram Paturo (37) menguntai sejarah Pulau Morotai, Maluku Utara, mengubah besi putih menjadi kerajinan tangan, seperti kalung, cincin, dan replika senjata tajam. Di tangan Iqram dan perajin besi putih lainnya, kerajinan tangan itu terus masih memberi kehidupan.

”Ini adalah kerajinan khas Morotai. Bahannya besi putih tahan karat,” kata Iqram saat ditemui di rumahnya yang beratap seng di Desa Daruba, Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai, akhir Juni 2016.

(BACA: Menyelamatkan Sejarah Dunia di Morotai)

Bukan daerah tambang besi putih, Pulau Morotai tidak pernah kekurangan bahan pembuatan kerajinan tangan yang marak dilakukan warga sejak 36 tahun lalu. Sumbernya peninggalan perang tentara Sekutu, Amerika Serikat, Australia, dan Belanda, yang pernah bercokol di daerah tersebut medio 1944-1945.

Pada periode itu, Morotai menjadi pusat pertahanan Sekutu saat menjalankan strategi ”Lompat Katak” saat hendak menaklukan Jepang di Filipina.

Diklaim sebagai pusat pertahanan terbesar kedua milik Sekutu di Pasifik setelah Hawai, sedikitnya 3.000 peralatan tempur berat, mobil, hingga pesawat terbang hadir di sana. Pemimpin besar sekutu adalah Jenderal Douglas MacArthur.

”Ada juga peralatan memasak, kesehatan, hingga bekas alat bangunan yang ditinggalkan di Morotai setelah mereka menang perang,” kata Iqram.

(BACA: Morotai, Pesona Dunia nan Rapuh)

Salah satu pionir kerajinan ini, menurut Iqram, adalah kakeknya, Umar Paturo. Iqram mengatakan, kakeknya pandai melebur besi putih yang ditemukan warga Morotai menjadi kalung atau kerajinan lainnya.

Awalnya, produksinya hanya berupa alat makan, seperti sendok dan garpu. Setelah banyak orang tertarik belajar, pengembangan produk mulai dilakukan warga.

Saat keahlian kakek diteruskan ayahnya, (almarhum) Naji Paturo, Iqram mengatakan, perajin mulai berkelompok. Salah satu kelompok terbesar adalah Marimoi alias mari bersatu dalam bahasa setempat, sebagai wadah bagi perajin. Pernah ada 60 warga yang terlibat di dalamnya, saat ini jumlah perajin aktif sebanyak 20 orang.

Setiap perajin punya kemampuan berbeda. Harga paling murah, seperti cincin, dihargai Rp 20.000 per buah. Pedang katana ala para samurai Jepang bisa jadi paling mahal dengan harga mencapai Rp 1 juta per item.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com